Category: Teluk Aksara
-
22-23-24
22 Aku mengira kau telah pergi jauh, meninggalkan bekas kecupan di kening, tanpa dugaanku terdetak dan mengepakkan sayapmu, bersama penekuk dan teluk cinta yang telah tersemai. Dan pada akhirnya, setelah aku belajar merelakanmu. Tiba-tiba angin sepoi menyambar jendelaku, kabar siuman darimu telah terbawa pecahan-pecahan angan dan belangah. Aku hanya menyaksikan beberapa ekor burung terbang rendah…
-
19-20-21
19 Tiap naluri, adalah duri! Jika tak pandai menari dan melerai eforia dan confidence. Tetapi manusia kekinian, semakin diuji semakin ingin dipuji. Setepi ombak memberi ruang dari rongga-rongga bebatuan berkarang, dia penuh teguh, dan juga mampu meredam gairah angin dan arus yang membawanya. Dia gelambang yang mengembang tenang. Ajaklah dirimu membiasakan memahami letak-letak bahasa aktualisasi…
-
16-17-18
16 Orang-orang pandai, mengepung di antara manusia bijak, di telaga manusia sederhana, baik tutur maupun cara bekerjanya, mampu menafsirkan sesuai perkataannya. Suatu ketika, sebuah purnama muncul tiba-tiba. Dekat kerumunan sekelompok manusia sekonyong-konyong. Kepandaian itu kemudian merencanakan sesuatu pada sebuah percobaan diri, penuh kecendrungan mau tampil, tetapi tidak berproses. Saat itulah, kecendrungan mulai tampak manusia latah…
-
13-14-15
13 Sejumlah abjad di benakku, mencoba menjelma. Alur dan warna, diukir semesta, percakapan di tepi sore menjadi jalan cerita selanjutnya. Tentang kita yang sering salah paham, salah tingkah dan pamer, tentang sekumpulan di antara kita mulai pergi satu persatu, saat pemulihan lelah itu di sisa senja yang dikelabui awan. Sesederhana mungkin kusimpan dalam otakku. Aku…
-
10-11-12
10 Setangkai mawar itu, palsu. Aku kembali ke Tuhanku, kaupun menuai doa ke Tuhan keyakinanmu. Setelah itu, kita hitung bersama dalam bentuk hitungan rabaan, atau kembali memgabjad alif-ba-ta-tsa-ja-ha-kha-. Dalam dimensi yang menyerupai tirai yang bersekat pada sekumpulan dosa-dosa kita. Aku belum bisa berhenti mengungkit dan menjelmakan masa lalu, dalam kekinian yang terbawa akal, terhanyut buai…
-
07-08-09
07 Di untai-untai, sudahlah. Kita dalam gemgamannya. Jika tidak mampu menjawab aksara-aksara yang hidup sekian abad. Dengan caranya yang berseronok, menodong di sebuah abjad zaman mereka incar. Kalaupun merajuk, itu alasan tanpa sengaja! Cukup memberinya sapu tangan kebahagiaan bersama. Sebab, rujuk itu beda, bertajuk menikuk dan membekuk. Kita tanpa was-was pun tetap cemas. Seberapa jauh…
-
04-05-06
04 Kali ini aksara keempat. Adalah aksara kita bersama dan menguatkan ikatan itu. Bersama seuntai harapan hingga akhir zaman, kebersamaan itu bersemayam selalu, kita berbagi duka, beriring bersama waktu. Adalah kita, sebagai kiat, dari geliat saling merindukan satu sama lainnya. Selalu ingin bersua dengan suka dan duka. Dan aku mencatat hingga menuliskannya pada aksara keempat…
-
01-02-03
01 Orang-orang mulai pandai meloncat. Yang pernah berjalan tertatih. Merangkak dan merayap di kaki-kakinya yang kumal. Hidup dalam tikungan dan telikung. Kecamba dan cara baca! Dalam aksara yang meringkih di tengah diksi, intuisi atau puisi kunyit yang legit. Tetapi parawi kata dan nasabnya, meruang tak lagi berlereng-lereng di kaki langit yang indah. Selebrasi dalam narasi,…