Dekat Permandian Ermerasa, berjarak dua belas kilo meter dari kota, dengan menempuh jarak—tidak perlu ngebut, tidak harus terburu-buru, di antara bukit, rerimbunan pohon berada pada kampung tepatnya Desa Kampala, Kecamatan Eremerasa. Srikandi itu lahir.
Dari desa, sebuah prestasi itu terejawantah. Dulu dianggap sepele, dari hunian manusia kota yang parlente, kini semua terbantahkan. Membangun jiwa dari hulu, di atas bebukitan dan anak-anak desa yang lahir dari jiwa-jiwa tangguh, dari buah tangan yang kapalan bekas selepas menanam buah kehidupan.
Di sebuah desa, lahir anak-anak yang kadang tidak direken, yang kini harga buah tekennya (tanda tangan) sangat mampu memengaruhi dan membuahkan hasil.
Di celah pagi, mendapat WhatsApp dengan sebuah keharuan membaca pesan itu: ”Mohon doa dan restunya tawwa Ato’ /kakek/nenek/oma/uncle/aunty-nya Ayra.”
Puspita, ibunda dari Ayra Zafira Fadly,, kembali melanjutkan kalimatnya bahwa: Ini adalah even perdana mewakili club renangnya sendiri. Sebagai brand ambbassador dari Ayra’S Swimming Club. Mampu menembus dan mendobrak sebuah tirai ketabuan. Sejak lama dianggap anak kampung, mana mungkin bisa berprestasi.
Puspita mengubah sebuah anggapan, menjadi harapan, dan mengejewantahkannya, bukan semata digelar dalam wicara dan wacana. Terbukti beberapa prestasi dan medali telah diraihnya, selain sebagai pelatih, dia dulu mumpuni sebagai atlit yang berprestasi di tingkat nasional. Walau sekian di antara torehan sejarah, orang-orang begitu mudah melupakannya.
Di pundaknya, selain membawa nama besar klub dan daerahnya, Bantaeng, dia juga membawa nama rumpun besarnya: keluarga besar Ma’dunda.
Puspita meyakini, cicit dari Pama’ bin Ma’dunda adalah petarung sejati, petarung yang hebat, semangatnya, kejujuran, serta kesetiaannya adalah obor yg terus membara.
Mohon dukungan, restu, dan doanya untuk Nak Ayra pada even bergengsi, antar pelajar se-Sulselbar, bahkan ada pendaftar dari Bandung dan Kalimantan. Puspita menambatkan harapan pada sanak keluarga.
Ayra nama panggilannya, cucu dari Bapak Naping sekaligus kelanjutan dari trah dari Pama’ bin Ma’dunda. Menjadi keharuan dan kebanggaan tersendiri, salah satu srikandinya akan bertarung untuk kehormatan daerah dan keluarga besar.
Darah yang mengalir dari buyut, bukan sekadar garis keturunan yang terukir dalam nama keluarga. Ia adalah warisan kehormatan, jejak perjuangan, dan napas kebijaksanaan yang mengalir di setiap generasi. Bukan harta, tahta saja. Tapi ada “erang nyawa, surang ampe-ampena“.
Dari sanalah arti keteguhan, kerja keras, dan keikhlasan dalam menjalani hidup. Setiap tetes darah yang mengalir dalam dirinya membawa cerita tentang keberanian menapaki jalan hidup di masa yang penuh tantangan.
Dia kembali mengurai, kita patut berbangga karena di balik nama besar buyut yang terpenggal dan dikaburkan dalam sejarah, tersimpan nilai-nilai luhur yang menjadi kekuatan dan sebuah jati diri kita hari ini.
Rasa hormat kepada leluhur bukan semata karena silsilah, tetapi karena teladan mereka dalam menjaga kehormatan keluarga, menegakkan kebenaran, dan mencintai tanah kelahirannya.
Membanggakan darah trah bukan berarti membusungkan dada, melainkan menjaga amanah agar warisan itu tidak pudar, Puspita meneguhkan kembali.
Kita meneruskan langkah mereka dengan menanam kebaikan, menjunjung nama keluarga dengan prestasi-prestasi yang luar biasa, keluar dari kungkungan zona primitif.
Apakah ini dinamakan kebetulan? Dan benar-benar tanpa kesengajaan, apatahlagi sebuah rekayasa sebagaimana manusia kebanyakan kerap melakukan hal di luar dari kualitas sesungguhnya.
Ayra’S Swimming Club berdiri di tahun 2019, semesta membawanya membina beberapa keturunan keturunan dari jannang-jannang yang pernah ada di Bantaeng, Termasuk cicit dari Gallarrang Cambang,
Walau proses perjalanan klub ini berdiri dengan penuh drama serta dinamika, tapi sang pencetus dan pendirinya tidak goyah sebagai srikandi sejati, tidak juga sok kuat, atau seolah bernyali besar. Tapi punya “tokdo puli“, sebagaimana sering dia katakan, bahwasanya di dalam tubuhnya mengalir darah buyutnya yang pantang menyerah.
Puspita dan Coach Very Fadly adalah pasangan yang penuh integritas yang sering terdengar. Selanjutnya Ayra yang kini memangku amanah selanjutnya sebagai atlit, melanjutkan cita dan mimpi sebagai generasi penuh dedikasi. Bukan semata prestise. Etos, disiplin dan mentalitas, sebagai atlit bukan sekadar kuat, tetapi dilengkapi secara kualitas.
Sepucuk harapan, tidak akan menuntaskan menuju puncak prestasi, tetapi seribu, bahkan lebih ekspestasi, dengan telaten, totalitas akan menghasilkan hamparan sabana kemenangan yang patut dirayakan.
Setidaknya pihak terkait mampu mewujudkan ini semua, tidak asal caplok dan hanya bertarung salam kepentingan. Sementara di luar sana anak-anak berprestasi itu begitu banyak talenta dari setiap bakat dan minat di bidang apa saja. Namun sepertinya masih sumir dan mungkin teranulir untuk mengakomodir setiap potensi yang ada.
Saat ini, telah dicetuskan oleh semesta dengan sebuah proses menempa selama ini. Menjadi atlit bukan perkara sulit, bukan pula dengan enteng dan mudah. Butuh perjuangan dan kekuatan fisik terutama secara psikis. Disiplin dan bersiap dengan segala risiko terutama pada kemanangan dan kekalahan. Di sanalah darah juang dipertaruhkan.
Ayra mampu menjalani itu, karena selain bakat, dia telah menyaksikan dan mengikuti bagaimana proses ibunda dan ayahnya. Ibundanya bukan ujuk-ujuk menjadi pelatih renang dan membentuk club renangnya sendiri. Tetapi Puspita menoreh prestasi pada even bergengsi.
Ya, Srikandi dari Desa Kampala. Mengharumkan nama tanah kelahirannya yang meski melupakannya, tetapi tetap membuatnya menaruh harapan untuk Ayra menggugurkan kecemasan mereka yang belum move on, bahkan yang masih minim apresiasi dengan masih pada zona primitif di zaman yang edan dan serba berkemajuan ini.
Dengan mendobrak bersama dan berkenaan dengan karya dan prestasi itu sendiri. Mampu mengubah paradigma dan paradoks yang membuat segala lini dan sistim yang menggugurkan cita, mimpi anak-anak negeri. Yang secara alamiah pola dan sistim itu harus menempatkan secara profesional, bukan atas nama stempel semata.
Begitulah kiranya, sehamparan percakapan lepas saya dengan Puspita, disertai tawa polos Nak Ayra yang sedemikian tumbuh dalam sebuah sistim dan kurikulum keluarganya sebagai pendidik, mampu menerjemahkan dan menempatkan kemana arah langkah, dan menepis badai, menanam kebaikan, sembari menentukan arah, dan perannya kelak sebagai generasi pelanjut.
Srikandi bukan semata slogan, Puspita dan Ayra dua perempuan berdarah dan trah yang kuat menempatkannya dalam satu persona dan zona. Tumbuh dengan detak nadinya sendiri, bertarung melewati setiap dinamika, tidak instan, dia lahir dengan segala tempaan yang ditempuh, tanpa harus menyerah apatahlagi mengeluh.
Berbuatlah tidak harus membutuhkan tempat-tempat (tepuk tangan), berkaryalah bukan karena puja-puji, sebagai Srikandi akan teruji sebagaimana kodrati prempuan yang sesungguhnya mampu menopang dan mengubah segala interupsi nan tahu, dari interpretasi yang umum, bahwa perempuan mengawasi dapur, sumur dan kasur.
Atau Ayra tidak harus diam dalam era dan zamannya dalam dunia teknologi dan segala perkembangannya. Agar tidak menjadi primitif ada kombinasi diantara dua sisi zaman. Penemuan bakat, minat bukan secara terpaksa, tetapi biarkan tumbuh alami, belajar dalam situasi, lingkungan, kondisi. Ayra menyaksikan semua itu di usianya yang kanak, tetapi jiwa, mimpi dan citanya, bagai sabana untuk dia torehkan kelak.
Kulirik mata filosofi kehidupan dalam sebuah pertarungan, di sana ada tenunan yang mendasari jiwa sesiapa saja jika mampu memahami, bahwa kehidupan adalah pertarungan konstan: dipandang sebagai arena pertempuran yang berkelanjutan,
Ayra pada even ini, menjadi ruang belajarnya, bagaimana menghadapi berbagai rintangan, baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri.
Ayra harus mampu bertarung melawan diri sendiri: Musuh terbesar sering kali bukan orang lain, melainkan diri sendiri – seperti ego, rasa takut, kelemahan, atau pikiran negatif. Mengalahkan diri sendiri ini dianggap sebagai kemenangan terbesar.
Raihlah mimpi Nak Ayra, gemgamlah erat, tanamkan prinsip dan integritas yang telah ibunda titipkan. Kelak dunia akan tahu bahwa kau pantas untuk menjadi srikandi.

Pegiat Seni Budaya Bantaeng. Koordinator Komplen Bantaeng. Penanggungjawab Teras Baca Lembang-Lembang Bantaeng. Telah menerbitkan buku, Narasi Cinta dan Kemanusiaan (2012).
Leave a Reply to Dion Syaif Saen Cancel reply