“Memberi makan pada orang yang lapar, lebih baik daripada membangun seribu mesjid.” Abdul Qodir Al-Jailani
Janji telah diucap, kata telah terlontar, maka tak ada lain, selain membuktikan dengan kerja nyata. Ibarat hutang, harus dilunasi atau tunaikan. Ucapan semacam janji yang terlontar dari seorang pemimpin negeri, bukanlan omon-omon biasa. Rakyat akan menanti pembuktian dari ucapan pemimpin negeri. Di layar kaca pemimpin negeri hadir menyapa rakyatnya. “Sudah lama negeri ini abai terhadap rakyat. Rakyat sudah tak bisa dibohongi lagi. Saat ini, saya ingin menghentikan dan membersihkan pengeluaran uang negara, dari segala pemborosan, mubazir dan kedok mencuri uang negara.” Tegas sang pemimpin negeri.
Menurut sang pemimpin, niat baiknya, tidak sepenuhnya disambut baik sebagian kalangan. Ada saja raja-raja kecil negeri ini, yang akan melawan kebijakannya, pasalnya, mereka itu merasa kebal hukum dari segala tindakannya.
Beberapa waktu ke depan, pemerintah yang dipimpinnya, akan melakukan penghematan uang negara, tujuannya tak lain, memberi makan bergizi gratis, membangun sekolah, memperbaikan kualitas kesehatan, dll. Imbasnya dari kebijakan sang pemimpin, sekonyong-konyong mengencangkan ikat pinggang para pengurus negara. Bagaimana tidak, pengeluaran negara yang tidak efektif dan efisien, segara dipangkas.
Kebijakan pemerintah mengefisienkan keuanganan negara, memuculkan beragam tanggapan masyarakat dan pengamat. Selaku warga biasa, hanya berharap dana efisiensi tersebut, tepat peruntukannya untuk kepentingan umum, seperti pendidikan, kesehatan dan layanan dasar lainnya. Apabila hal itu terpenuhi, maka, tidak menutup kemungkinan rakyat makin cinta terhadap pemimpinnya.
Bagi kalangan pengamat, kebijakan itu memuculkan sejumput analisis, prediksi dan solusi. Menurut mereka, Sejatinya, kebijakan yang memihak rakyat akan mendulang dukungan sekotah masyarakat, tak terkecuali, program makan bergizi gratis yang berdampak pada peningkatan kualitas anak-anak negeri. Sayangnya, kebijakan tersebut membutuhkan dukungan dana yang besar, ditengah keterbatasan keuangan negara saat ini.
Untuk memenuhi janji dan ekspektasi masyarakat akan program makan bergizi gratis, pemerintah mengeluarkan instruksi presiden, kepada seluruh kementerian dan lembaga negara, agar segara melakukan refocusing anggaran negara, terhadap pengeluaran negara yang tidak penting, atau sifatnya seremonial belaka. Sudah menjadi jamak dikalangan birokrat, pembagian uang negara kepada masyarakat belum juga merata. Kondisi itu sudah berlangsung lama, dari masa pemerintahan lama ke baru.
Berangkat dari karut marut pengelolaan uang negara yang tidak merata. Pemerintah saat ini, tegas mengiginkan penggunaan anggaran negara harus menitikberatkan pada kepentingan rakyat. Tak boleh sepersen pun uang negara digunakan kecuali kepentingan rakyat. Sudah saatnya pemerintah bekerja untuk rakyatnya.
Ketidakseimbangan pembagian porsi anggaran hampir terjadi seluruh pos-pos anggaran kementerian dan lembaga negara. Uang rakyat yang sejatinya untuk rakyat, malah oknum birokrat yang lebih menikmatinya. Pos anggaran itu lebih condong membiayai kegiatan aksidensial, jauh dari subtansial. Tugas berat pemerintah saat ini, me-refocusing kembali pengeluaran uang negara, agar lebih memihak pada rakyat.
Efisiensi anggaran, jalan yang telah dipilih pemerintah saat ini. Beberapa pos anggaran tergerus hasil dari pengamatan tim kerja pemerintah. Pemerintah menyakini jalan efisiensi makin memudahkan pemerintah memenuhi layanan dasar yang dibutuhkan masyarakat, jika tak ingin dikatakan, ingin membuktikan janji politik saat kampanye lalu.
Program terbaik pemerintah yang berdampak pada efisiensi anggaran, yang tengah dicanangkan, kelak akan diuji, sejauh mana dampak terhadap pranata kehidupan secara menyeluruh. Selain mendorong ekonomi tumbuh dari bawah, akankah pula kebijakan pemerintah itu, berpengaruh terhadap pranata lain, semisal, pelayanan publik, bisnis, pendapatan daerah, dll.
Program terbaik yang dicanangkan pemerintah, seyogianya menyentuh seluruh komponen, semacam memiliki efek domino. Tentu, kebijakan yang diharapkan perpengaruh pada pertumbuhan atau produktifitas. Makan bergizi gratis, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, khusus sektor UMKM, pertanian, perdangaaan, dll. Kesemuannya itu berhubungan dengan ekonomi rakyat. Tegas Sri Mulyani, Menteri keuangann.
Berbalah tentang kebijakan, sektor lainnya acapkali terabaikan. Belum saja kebijakan itu dijalankan, baru-baru ini, elemen masyarakat bersama mahasiswa melakukan aksi protes. Mereka menganggap, kebijakan mengefisienkan anggaran menyepelekan kepentingan mereka. Diakui, kebijakan itu menguntungkan rakyat, menambal kebocoran kas negara, namun, sisi lainnya merugikan kalangan rakyat menengah. Kata teman sejawat, dunia ini digerakkan dengan kepentingan bukan perasaan, sehingga kita sulit membedakan arti kata tulus dan ilusi.
Burhannuddin Muhtadi, pakar politik kawakan, mengingatkan para pengurus negara agar tidak mengabaikan suara rakyat menengah. Lebih lanjut, beliau menerangkan, beberapa negara Amerika latin, nasibnya naas, akibat kelas rakyat menengah marah, lalu berhasil menumbangkan pemerintah yang sah. Menurutnya, kelas menengah dalam masyarakat yang paling vokal dan berpegaruh, meskipun jumlahnya relatif kecil.
Kelihatannya ironi, ditengah kebijakan efisiensi keuangan, komposisi para pembantu presiden justru amat gemuk. Hal ini memicu daya kritis masyarakat umum, seakan-seakan jika derita datang, maka rakyat harus menanggungnya. Tak hanya itu, konon biaya retret kepala daerah yang selenggarakan atas nama negara, menelan biaya 13 milyar.
Negeri yang dikenal dengan gemah ripah loh jinawi, mencerminkan negeri yang subur, makmur dan damai. Pemimpin negeri, adalah representasi rakyatnya yang di kenal dengan sikap toleran dan ramah. Sejarah negeri pun mencatat, pemimpin yang tak mencerminkan karakter bangsa dan rakyatnya, cepat atau lambat akan ditelan oleh sejarah kelam.
Keteladanan dan keadilan menjadi sumber kearifan pemimpin negeri. Rakyat tak minta banyak. Negeri yang sejak dahulu memiliki karakter budaya kearifan, hanya merindukan sosok pemimpin, teladan dan adil.
Kredit gambar: Kompas.com

Lahir di Kolaka, 16 April 1984. Aktif sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Desa. Sekarang bertugas di Kabupaten Bantaeng. Pernah mengikuti kelas menulis yang diselenggarakan oleh Rumah Baca Panrita Nurung dan Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan Bantaeng.
Leave a Reply