Manakala Songkobala Menghidu Aksi Buruh Bantaeng

Tak butuh jeda, seolah berkejaran dengan waktu. Hanya sela sehari usai deklarasi pendirian Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) di Bantaeng. Mereka kembali menyata di Makassar. Waktu berjalan cepat bagai roda pabrik berputar. Makin kuat putarannya, bisa bikin pusing di pusaran Kantor Pengadilan Negeri Makassar. Logika hukum bakal berlaga di ruang persidangan, guna menyelesaikan perkara lewat Pengadilan Hubungan Industrial.

Para buruh bikin langkah unik. Berlapikkan rilis yang dikirimkan ke saya, mereka menyandarkan diri pada local genius (kearifan lokal), agar apa yang diharapkan benderang adanya. Secarik rilis menorehkan kronik peristriwanya.

Sekitar 100 orang kawan solidaritas bersama buruh yang tergabung dalam SBIPE KIBA menggelar longmarch dari sekretariat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Makassar menuju Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa, 14 Oktober 2025 pagi. Aksi tersebut diawali dengan ritual Songkobala, tradisi masyarakat Bugis-Makassar yang dimaknai sebagai permohonan keselamatan dan penolak bala.

Di barisan depan, dua orang pembawa hidangan berjalan diikuti pemimpin doa. Di belakangnya, massa membawa spanduk bertuliskan, “Jangan robohkan benteng terakhir keadilan dengan putusan yang tidak berkeadilan bagi buruh,” serta sejumlah petaka bertuliskan tuntutan pemenuhan hak-hak buruh KIBA, mulai dari upah lembur, cuti haid dan melahirkan, hingga hak beribadah dan keselamatan kerja.

Cibal dari KontraS Sulawesi dalam orasinya menjelaskan bahwa pelaksanaan Songkobala dimaksudkan untuk “mengusir roh jahat dan energi negatif dari PN Makassar agar hakim tidak ‘masuk angin’ dalam memutus perkara buruh.” Ia menegaskan, hasil sidang terhadap 20 buruh KIBA yang digugat oleh PT. Huadi Nickel Alloy di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) akan menentukan nasib ribuan buruh lainnya.

Ia juga menyinggung praktik kerja 12 jam yang melanggar aturan ketenagakerjaan serta kondisi buruh perempuan yang dipaksa tetap bekerja meski mengalami keguguran.

Sebelumnya, pihak serikat sempat melobi agar ritual dilakukan di halaman pengadilan, tetapi tidak diizinkan. Massa akhirnya melangsungkan ritual di depan PN Makassar.

Dalam orasinya, Junaedi Hambali, perwakilan SBIPE KIBA, menyampaikan bahwa masyarakat di sekitar KIBA telah lama merasakan dampak negatif dari aktivitas industri nikel, seperti debu smelter yang mencemari udara, krisis air bersih, rusaknya area budidaya rumput laut, serta menurunnya hasil tangkapan nelayan.

Ia menjelaskan, Songkobala dilakukan sebagai doa bersama untuk menolak bala dan memohon perlindungan bagi masyarakat terdampak, sekaligus menjadi simbol harapan agar hakim di PHI memberikan keputusan yang adil bagi buruh.

Menghadirkan ritual bernuansa kearifan lokal, serupa Songkobala di arena aksi, mungkin bagi sebagian orang merupakan tindakan nyeleneh. Apa hubungannya antara perkara hukum yang serba faktual nan logis, melibatkan tindakan berbau klenik? Seolah terjadi pergerakan dari rasional menjadi irasional.

Bukan itu saja, tak sedikit mengomentari ritual Songkobala sebagai warisan laku nenek moyang, bertentangan dengan ajaran agama dan hanya dilakukan oleh penganut agama yang awam terhadap agamanya. Dan, pucuknya akan bermuara pada dakwaan sesat dan menyesatkan.

Padahal, sesarinya ritual Songkobala ini mesti dipandang sebagai warisan tradisi, telah menjadi budaya berlapik local genius, kearifan lokal. Justru relevansi dari aksi pembebasan dari ketertindasan ini, akan lebih kaya perspektifnya, manakala warisan budaya telah direvitalisasi untuk melakukan perlawanan. Bukankah kehancuran semesta disebabkan oleh pengabaian dimensi budaya dalam pembangunan?

Sekadar menabalkan kembali, warisan budaya dalam bentuk kearifan lokal, telah eksis jauh sebelum agama dan sains teknologi berjaya. Masyarakat menyelesaikan sekotah masalahnya berlapik kearifan lokalnya. Hebatnya, masyarakat bisa sejahtera, sehat jasmani dan rohaninya. Tengoklah sisa-sisa komunitas-masyarakat yang masih setia dengan kearifan lokalnya, lebih manusiawi dan selaras dengan semesta.

Baiklah, biar oke bingits penjelasannya, saya rujukkan saja secara gamblang penjelasannya pada Michael Amaladoss, ketika menguraikan perkara agama-agama kosmis dan metakosmis, dalam bukunya, Life in Freedom: Liberation Teologies from Asia, sebentuk Teologi Pembebasan Asia. Agama kosmis berurusan dengan kekuatan-kekuatan kosmis yang diperlukan sekaligus ditakuti, seperti: api, angin, tanah, air, dsb-nya.

Amaladoss melapikkan mindanya pada Aloysius Pieres, tatkala spiritualitas penganut agama kosmis-metakosmis diajukan sebagai wahana pembebasan, bahwa spiritualitas mereka berkaitan dengan dunia ini. Mereka bergantung sepenuhnya pada Yang Ilahi, karena mereka tidak mempunayai sumber-sumber daya politis dan ekonomi. Mereka menyeru kepada Yang Ilahi akan keadilan dan menghukum para penindas. Sifat mendunia mereka bukan sekular, melainkan kosmis.

Tradisi Songkobala, boleh saya pendapatkan sebagai warisan dari agama kosmis, lalu mendapatkan selimut baru dari agama-agama besar, khususnya agama Islam. Arkian, lihatlah ritual Songkobala, telah bersetubuh dengan agama Islam yang dianut oleh masyarakat Bugis-Makassar, khususnya di Bantaeng, mendapatkan tempat khusus dalam menghayati ajaran agama. Songkobala sudah menjadi bagian dari religiusitas seorang muslim.

Nah, tiada salah, apalagi sesat dan menyesatkan, manakala ritus Songkobala ini menjadi bagian dari spirit perlawanan kaum buruh yang tertindas. Sebab, senyata-nyatanya bala adalah penindasan itu sendiri. Jadi, melawan penindasan sama saja menolak bala. Buruh yang berserikat di SBIPE KIBA telah menunaikan tolak bala dengan sebajik-bajiknya, sehikmat-hikmatnya, dan sehormat-hormatnya.


Comments

2 responses to “Manakala Songkobala Menghidu Aksi Buruh Bantaeng”

  1. Kamaruddin Avatar
    Kamaruddin

    Luar biasa…
    Narasi yang menyatakan kebenaran dan keadilan yang diperjuangkan oleh sekelompok kaum buruh dalam menuntut hak-haknya du Kab. Bantaeng

    1. Sulhan Yusuf Avatar
      Sulhan Yusuf

      Terimakasih atas apresiasinya. Barakallah selalu adanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *