Dua batang pohon pisang, sementara berbuah, rela meninggalkan rumpunnya, demi satu hajatan cinta. Keduanya ditanam pada ember besar, agar tetap kokoh berdiri tiada layu. Batangnya ditancapi potongan bilah bumbu menyerupai stik drum, berhiaskan aneka warna. Ujung stik bergelantungan telur, kue, cemilan, gula-gula, dan lainnya. Percayalah, stik-stik menjadi incaran setiap penghadir, karena ada berkah cinta menguar dari aura helatan cinta.
Helatan cinta ini bertajuk peringatan Maulid Nabi Muhammad saw., digelar pada selasar plus halaman rumah, markasnya Balla Bicara Gantarangkeke, sebentuk perkumpulan berparas komunitas keagamaan dan budaya. Elok nian tema maulidnya, seputar meneladani akhlak Nabi Muhammad saw. Dihadiri oleh Muhammad Ahmad Jaelani Kepala Kantor Kemenag Kab. Bantaeng beserta rombongan, tokoh dan penyuluh agama, tokoh masyarakat, majelis taklim, dan warga setempat.
Tatkala Firman Suli memberikan sambutan selaku sahibul bait, ia bernostalgia tentang bagaimana proses lahirnya Balla Bicara Gantarangkeke. Ada satu kutipan ucapan Sang Nabi ditabalkan, “Khaerunnaas anfaahum linnaas, sebaik-baiknya manusia adalah paling bermanfaat bagi manusia.” Mukimnya ia relakan untuk jadi markas Balla Bicara Gantarangkeke, sebagai wujud dari kebermanfaatan buat meraih sebaik-baiknya manusia. Waima, Firman sendiri masih bertugas di Kabupaten Selayar.
Nostalgia akan kelahiran perkumpulan ini, Firman menegaskan adanya titik temu berbagai pihak. Sekumpulan penyuluh agama yang ingin menunaikan tugas-tugas kepenyuluhannya, tetapi dikerjakan di luar kantor dengan pegiat literasi, sehingga mewujudlah tagline dari Balla Bicara Gantarangkeke: Literasi Keberagamaan dan Budaya. Arkian, Firman menyeru, yang memberikan nama perkumpulan berparas literasi ini adalah Sulhan Yusuf. Sebagai orang yang disebut namanya, saya yang masih butuh pujian, seolah rambut saya tumbuh kembali, walau sudah plontos seperti bukit-bukit di pelosok negeri Bantaeng.
Akibatnya, imajinasi dan ingatan saya melayang ke bertahun silam, tatkala Balla Bicara Gantarangkeke didirikan. Awalnya, sebelum diresmikan oleh Ashabul Kahfi, selaku Ketua Komisi VIII DPR RI saat itu, didampingi Muhammad Tonamg dari Kemenag Provinsi Sul-Sel, plus Muhammad Ahmad Jaelani, sebagai Kakan Kemenag Bantaeng, saya memberikan penguatan kapasistas terlebih dahulu kepada sekotah penyuluh, terkait minda persetubuhan agama dan budaya dalam selimut literasi.
Sewaktu diresmikan, 10 September 2022, Ashabul Kahfi, kurang lebih bertutur, Balla Bicara serupa ladang amal jariah, memadupadankan antara keagamaan dan kebudayaan. Sebentuk ruang komunikasi bagi warga dalam kehidupan keagamaan-kebudayaan, sehingga terhindar dari disrupsi informasi dan perkembangan teknologi digital. Muhammad Tonang ikut menguatkan, supaya Balla Bicara ini menjadi percontohan di Indonesia.
Kini, lebih dari tiga tahun Balla Bicara Gantarangkeke sudah bertumbuh. Selain menjadi pusat keagamaan-kebudayaan masyarakat Gantarangkeke, juga telah terbentuk Majelis Taklim Darul Ilmi dan kelompok pengajian dasar Al-Quran, serta ruang konsultasi calon penganttin.
Peringatan maulid kali ini, 11 Oktober 2025, diorganisir langsung oleh majelis taklim. Puja-puji dari Kakan Kemenag Bantaeng atas kesuksesan helatan. Lebih dari itu, Ahmad Jaelani kembali menegaskan, bahwa Balla Bicara sebentuk inovasi. Keunggulannya terletak pada kehadiran perkumpulan ini tidak menggunakan anggaran negara dari Kemenag, melainkan dari orang-orang yang berhimpun di Balla Bicara, khususnya pemilik rumah.
Paling elok dari hajatan maulid, hadir pembawa hikmah, seorang dai kondang, K.H. Arifuddin Dahaming, dikenal oleh publik karena karamahnya dalam urusan makhluk gaib. Ia menegaskan kembali ungkapan sahibul bait, agar bagaimana setiap orang bisa bermanfaat bagi manusia, sesuai bidang masing masing. Dikuncinya petuah, apa yang bisa diwariskan, meskipun orangnya sudah meninggal. Sejarah telah memberi pelajaran, betapa banyak orang sudah wafat beribu tahun lalu, tapi manfaatnya bagi kemanusiaan masih terasa hingga kini.
Ada banyak cara mencintai Sang Nabi. Satu di antaranya bermaulid. Sebab, menurut seorang penyair-filosof dari Pakistan, Muhammad Iqbal, “Cinta kepada Nabi bagaikan aliran darah di dalam pembuluh-pembuluh umatnya.”
Paras Maulid Nabi pun beragam, mulai dari model tradisional hingga kontemporer. Annemarie Schimmel dalam bukunya, And Muhammad His Messenger, Dan Muhammad adalah Utusan Allah, merekam dengan apik, bagaimana umat mencintai Sang Nabi. Maulid Nabi dirayakan dengan sangat meriah. Kota dan desa dihiasi bendera, umbul-umbul, karangan bunga, pita-pita, dan lampu-lampu hingga tampak semarak.
“Ribuan orang melantunkan salawat dan pujian-pujian untuk menunjukkan rasa cinta mereka kepada Sang Nabi. Para seniman kaligrafi di Dunia Muslim menuliskan nama Nabi Muhammad saw. Dengan bermacam variasi, demi memuliakan nama beliau. Demikian juga kaum wanita, melukiskan asmanya pada sulaman dan tenunan,” tulis Shimmel.
Balla Bicara Gantarangkeke punya cara tersendiri dalam menunaikan maulid. Intinya, bernuansa agama-budaya. Hiasan meriah, lantunan shalawat badr dari sekelompok majelis taklim, songkolo-male, plus ceramah maulid, boleh saya dakukan sebagai varian dari minda Iqbal dan Schimmel.
Bagi saya, Maulid Nabi apa pun bentuknya, dapat dipendapatkan sebagai hasil persetubuhan antara literasi agama dan budaya. Orang-orang di Balla Bicara Gantarangkeke telah menampakkan rasa cinta kepada Sang Nabi dengan bermaulid.
Orang-Orang Balla Bicara Gantarangkeke, penuh cinta kepada Sang Nabi, berbagi rasa lewat jiwa-raga atau materil-spiritual. Santapan jasmani berupa makanan, asupan rohani berbentuk ceramah melengkapi ruang dan ranah cinta. Kepada Sang Nabi, cinta para penghadir menjalari urat nadi.
Di pucuk acara, dua batang pohon pisang penuh buah, setelah dipreteli stik male-nya, dicabut dari ember besar. Kalakian, dua batang pohon pisang itu, dibawa ke bagasi mobil Kemenag. Saya percaya, harga buah pisang itu tak seberapa nilainya, sipenerima bisa membelinya lebih banyak. Namun, ada yang unik, berkahnya dua batang pisang itu, telah dihidu oleh cinta kepada Sang Nabi.
Usai helatan maulid, saya tidak segera pulang, walau para penghadir telah beranjak pergi membawa cinta kepada Sang Nabi dari orang-orang Balla Bicara Gantarangkeke. Saya dan beberapa orang masih bercakap-cakap dengan sahibul bait, Firman Suli, sosok pencinta Nabi, lewat pembumian sabdanya, sebaik-baiknya manusia. Dari Balla Bicara Gantarangkeke, orang-orangnya memberikan tanda cinta kepada saya, satu baku songkolo berhiaskan male. Motor saya pacu pulang ke mukim, bersalawat sembari mendedangkan tembang lawas Ebiet D. Ade, “Lelaki Ilham dari Surga”.

Pegiat Literasi. Telah menulis buku: Air Mata Darah (2015), Tutur Jiwa (2017), Pesona Sari Diri (2019), Maksim Daeng Litere (2021), dan Gemuruh Literasi (2023), serta editor puluhan buku. Pendiri Paradigma Institute Makassar dan mantan Pemimpin Redaksi Kalaliterasi.com. Kini, selaku CEO Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan Bantaeng, sekaligus Pemimpin Redaksi Paraminda.com.
Leave a Reply