Dari kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) menjadi kader umat, amat sering ditabalkan di forum training-training HMI. Semasa ber-HMI, maka setiap anggota dipandu untuk menjadi bagian dari umat sekaligus bagian dari bangsa.
Tema besar panduan itu bertajuk, berpadunya ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an. Tatkala telah menjadi alumni HMI, secara otomatis menjadi KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam). Lewat kelembagaan KAHMI inilah, sebentuk jembatan menjadi kader umat yang bertanggungjawab atas nasib bangsa.
Milad KAHMI baru saja lewat. Diperingati setiap 17 September. Usianya sudah menelan masa, sejak 1966-2025, sejumlah 59 tahun. Seantero negeri bermilad, tentu bentuk dan caranya beraneka rupa. Usungan tema nasional menegaskan, “Konsolidasi KAHMI untuk Indonesia Maju”. Berlapik dari tema ini, KAHMI menunjukkan tanggung jawab keumatan dan kebangsaannya.
Majelis Daerah KAHMI Bantaeng sebagai salah satu entitas, turut serta bermilad, menggelar hajatan “Bincang Pagi” pada Jumat penuh berkah, 19 September 2025, bertempat di Alonica Café Bantaeng. Menghadirkan seorang pembincang dari Presidium KAHMI Sul-Sel, Mustari Mustafa. Puluhan penghadir menyata di ruang terbuka kafe. Selain Pengurus MD KAHMI Bantaeng, tampak pula Pengurus HMI Cabang Bantaeng dan Pengurus HMI Badko Sul-Sel.
Koordinator Presidium MD KAHMI Bantaeng, Sabaruddin, menyampaikan sambutan sekaligus ajakan bermilad, serta pentingnya perbincangan ini sebagai masukan buat pengurus. Kalakian, Sabaruddin mendapuk salah seorang Presidum KAHMI Bantaeng, Nurdin Halim, untuk memandu perbincangan. Didedahkan satu pengantar, semacam pemetaan masalah keumatan dan kebangsaan, mulai dari tingkat nasional, regional, dan lokal. Politik, ekonomi, budaya, hukum, dan seabrek masalah sosial lainnya diajukan untuk diperbincangkan.
Seutas pengantar lantip tersebut, langsung disambar oleh Mustari, bahwa bertolak dari pengantar tersebut menunjukkan Indonesia tidak baik-baik saja. Mustari amat apik menyajikan rincian permasalahan. Makin meyakinkan segenap penghadir agar merasai kondisi yang tidak baik-baik itu. Paparannya cukup berkelas, sebab selain ia seorang guru besar dan akademisi, juga anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR-RI. Jadi, perkara keumatan dan kebangsaan cukup akrab dengannya.
Mustari mebabarkan perlunya melakukan konsolidasi, baik secara eksternal maupun internal KAHMI di seluruh level: nasional, regional, dan lokal. Meskipun secara structural ada perjenjangan tanggung jawab, tetapi keselarasan antara pusat dan daerah tak terelakkan. Pasalnya, tidak sedikit masalah di pusat menetes ke daerah. Begitu pun sebaliknya, tidak sedikit masalah di daerah menjadi titik perhatian pusat.
Konteks inilah membawa KAHMI Bantaeng mesti mengadaptasi tema nasional tersebut. KAHMI Bantaeng mesti ikut mengonsolidasikan diri, baik secara eksternal maupun internal. Mustari memantapkan minda, setiap konsolidasi membutuhkan koordinasi dan edukasi, buat mengolah modal sosial dan modal intelektual, lewat jejaring seantero negeri.
Mustari meyakinkan agar usaha sampai berlapik kuantitas dan kualitas KAHMI. Meskipun amat disayangkan, sebab terkadang, khususnya di kekinian, tensi ke arah politik lebih banyak menyita perhatian. Padahal, potensi lain mesti digarap. Pelibatan KAHMI dalam dinamika kebudayaan, pendidikan-pencerdasan bangsa, pemberdayaan, dan lainnya harus mendapatkan porsi yang sama. Bila perlu, KAHMI menyodorkan konsep “tandingan” Indonesia Maju, seperti yang dipersepsikan oleh pemerintah.
Sebagai Ketua Dewan Pakar MD KAHMI Bantaeng, saya turut unjuk minda, terkait konsolidasi KAHMI untuk Indonesia Maju, khususnya di tingkat lokal Bantaeng. Saya mencoba mengadaptasi pemetaan konsolidasi yang telah disajikan oleh Mustari.
Saya coba ajukan asumsi yang terbangun dalam kelembagaan KAHMI Bantaeng. Salah satu problemnya, secara internal, terkesan ada elitisme yang terbentuk, sehingga tidak semua alumni HMI merasa perlu ber-KAHMI. Ini tidak bisa dilepaskan dari asumsi Mustari yang melihat pula tensi urusan politik lebih banyak menyita perhatian. Ada kesan, seolah-olah KAHMI hanya bergelora di pusaran helatan politik.
Padahal, ratusan alumni HMI di Bantaeng, dengan rupa-rupa profesi, sepertinya tidak mendapat lahan aktualisasi yang memadai. Sebagai misal, betapa banyak alumni HMI telah menjadi guru di semua jenjang pendidikan, tetapi suara guru dari di KAHMI seperti mobil panther, nyaris tak terdengar. Padahal, tanggung jawab pencerdasan umat dan bangsa, elemen terpentingnya di tangan guru.
Bagaimana dengan yang memilih menjadi petani atau bekerja di sektor informal, inimi aslina panther. Semestinya, konsolidasi internal kelembagaan KAHMI harus menyasar suara-suara kaum panther ini, suara-suara yang nyaris tak terdengar.
Mumpung masih ada satu tahun buat konsolidasi, sebab periode kepengurusan presidium yang lima orang, sementara terjalani di tahun terakhir. Secara teknis, masalah-masalah mengonsolidasikan sekotah potensi anggota KAHMI didata dan digalang, agar suaranya bergelora pada gelombang yang sama. Mungkin perlu menggiatkan percakapan-percakapan, terkait adaptasi kelembagaan KAHMI agar adaptabel terhadap kebutuhan anggota.
Sementara untuk konsolidasi eksternal lebih penting lagi. Sebab, seusai helatan politik di berbagai arena, mulai dari pemilihan kepala desa, Pileg dan Pilpres, serta Pilkada, telah menghasilkan tatanan baru, maka KAHMI harus mengonsolidasikan untuk tidak mengatakan mengobati dan menyembuhkan luka-luka akibat perkelahian politik.
Bila konsolidasi ini berjalan baik, maka helatan-helatan KAHMI akan menyemut alumni yang menyata. Waima helatan kali ini hanya puluhan yang memeriahkan milad, tapi saya yakin, di setiap relung alumni HMI masih bergetar hatinya, tatkala melihat pamplet berseliweran di dunia maya, sahut menyahut ucapan selamat bermilad.
Apatah lagi, kekompakan presidium di helatan Milad MD KAHMI Bantaeng, tampak nyata dengan kehadiran empat presidium. Selain Nurdin Halim, Muh. Nur Fajri, Sabaruddin yang sementara menjabat koordinator presidium, dan Hikmawati bertindak selaku tuan rumah. Adapun Misbahuddin, sementara menghadiri rapat paripurna di DPRD Bantaeng.
Jelang salat Jumat, acara berakhir. Namun, sebelum pucuk helatan mencapai puncak, ada ajakan dari tuan rumah dan selaku salah seorang presidium, Hikmawati, bertutur “Konsolidasi itu terjadi kalau ada silaturahmi. Meski kita tidak terlalu saling mengenal dan akrab, kalau kita tahu dia HMI atau KAHMI, maka secara emosional, ikatan hubungan itu sepertinya kita sudah sangat akrab.” Satu kalimat setara dengan pesan khutbah Jumat, saling mengingatkan pentingnya silaturrahmi, ya silatur-HMI, sila atur ala HMI.
Toa Masjid Takwa Tompong, sudah memperdengarkan ayat-ayat Allah. Tiada tindakan lebih afdal selain menyongsong panggilan ibadah Jumat. Mustari Mustafa akan berkhutbah di Masjid Agung Syekh Abdul Gani Bantaeng, sementara pemandu bincang, Nurdin Halim, akan menjadi khatib di bagian pelosok negeri Bantaeng.
Kalau saya khatib di mana? Saya hanya mendengarkan khatib berkhutbah. Saya memilih salat Jumat di Masjid Agung, tempat Mustari Mustafa berkhutbah. Dari bentangan materi khutbahnya, terasa sekali aura HMI-nya. Dimulai dengan pertanyaan, buat apa manusia diciptakan? Pembahasannya tidak saya urai di sini, tapi kuncinya saya berikan, menjadi abdullah dan khalifatullah.
Berlapik perbincangan di milad hingga di khutbah Jumat, antara kafe sampai masjid, berkelindan imajinasi saya. Alangkah eloknya, manakala konsolidasi KAHMI Bantaeng tuntas secara internal dan eksternal, maka dengan sendirinya akan berkontribusi model konsolidasi, Bantaeng untuk Indonesia. Secercah kemajuan dari daerah akan berkontribusi secara nasional. Yakin usaha sampai, Indonesia maju.

Pegiat Literasi. Telah menulis buku: Air Mata Darah (2015), Tutur Jiwa (2017), Pesona Sari Diri (2019), Maksim Daeng Litere (2021), dan Gemuruh Literasi (2023), serta editor puluhan buku. Pendiri Paradigma Institute Makassar dan mantan Pemimpin Redaksi Kalaliterasi.com. Kini, selaku CEO Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan Bantaeng, sekaligus Pemimpin Redaksi Paraminda.com.


Leave a Reply