20 Tahun: Menuju Indonesia Emas

Tepat 80 tahun Kemerdekaan Indonesia, dirayakan perdana oleh pemerintahan Prabowo- Gibran, setelah sebelumnya, disematkan secara resmi  menahkodai negara, hasil pemilu 2024. Kemenangan Prabowo pasca pemilu 2024, membawa harapan besar 280 juta penghuni  langit nusantara. Terbukti, 58 persen lebih rakyat menjatuhkan pilihannya pada pasangan Prabowo- Gibran.

Seremonial perayaan 80 Indonesia merdeka telah disiapkan secara matang, mulai dari doa kebangsaan, pidato kenegaraan, apel renungan, hingga, puncaknya memperingati detik-detik proklamasi di Istana Negara. Kabarnya, 80 persen tamu undangan didominasi  masyarakat umum. Kali ini, panitia HUT sengaja mengurangi pejabat negara hadir langsung di Istana Negara. Pemerintah ingin menunjukkan, perayaaan 80 tahun Indonesia dirayakan secara inklusi.

Bersatu Berdaulat Rakyat Sejahtera Indonesia Maju, adalah tema besar yang dipilih panitia HUT Indonesia. Apabila tema tersebut ditelisik lebih jauh, maka, pemerintah sangat optimis, kemajuan bangsa akan terwujud dengan persatuan dan gotong royong. Bukankah negeri istimewa ini sedang merajut asa, demi generasi Indonesia Emas, 2045 mendatang.

Menuju Indonesia Emas, di tengah kondisi global tak menentu, merupakan tantangan pemerintah saat ini. Tentu, stabilitas di seluruh bidang akan mempercepat terwujudnya Indonesia Emas. Beberapa kebijakan pemerintah, yang sedang atau akan dilakukan, tidak lepas dari visi besar Indonesia Emas.

Semangat persatuan dan gotong digalakkan, semata untuk kemajuan bangsa, salah satu baromaternya, sajauh mana rakyat merasakan keadilan. Perkara ekonomi, merupakan spektrum keadilan paling dirasakan masyarakat. Komitmen pemerintah mewujudkan ekonomi keadilan, berakar dari kesadaran, bahwa kekayaan bumi dan air, sesungguhnya berorientasi pada kemakmuran rakyat.

Karunia Tuhan berupa kekayaan alam, mesti dijaga untuk keberlangsungan manusia. Pengelolaan sumber daya alam yang dikelola secara baik, berdampak pada peningkatan ekonomi negara. Pada konteks pengelolaan alam, negara hadir sebagai pelaku pendayagunaan kekayaan alam. Negara tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi, memastikan masyarakat mendapat hak kedaulatan, berupa kesempatan memaksimalkan peran secara sosial, maupun individu.

Upaya menciptakan kondisi ekonomi keadilan, peran pemerintah selaku pengurus negara, memiliki kewenangan mengatur, dan melaksanakan kebijakan stretegis menyangkut sumber kehidupan, termaksud kegiatan ekonomi. Pada posisi itu, sudah selayaknya, pemerintah hadir sebagai pelindung rakyat. Pun,  Sudah waktunya, ekosistem ekonomi berpihak pada rakyat, bukan segelintir orang, yang  tujuannya mengendalikan ekonomi, hanya untuk kekuasaan (oligarki).

Pembiaran ketimpangan ekonomi di suatu negara, berujung  pada stabiltas politik. Perlahan, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akan hilang. Pada kondisi seperti itu, Krisis politik rentan terjadi. Akibatnya, Negeri runtuh, sebab salah urus negara.   

Pembangunan ekonomi, tak hanya meliputi kemampuan melakukan eksplorasi, jauh lebih penting, pembangunan ekonomi, selaras dengan investasi pembangunan manusia. Barometer kemajuan bangsa, apabila pembangunan ekonomi, memberi pengaruh terhadap kualitas hidup manusia di semua sektor kehidupan. Investasi terhadap pembangunan manusia, merupakan modal utama mengantarkan Indonesia menuju gerbang emas.
Langkah-langkah tersebut, mesti dilakukan pemerintah sejak dini, jika tak ingin, negara ini gagal menyongsong Indonesia Emas.

Geliat pembangunan nasional yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi, mengikutsertakan pula pembangunan fisik atau infrastruktur. Tak dimungkiri, pesatnya pembangunan fisik, adalah ciri negara maju. Cara pandang terhadap pembangunan fisik meski dilihat, sejauhmana bagunan tersebut, meningkatkan kualitas hidup rakyatnya. hal ini penting, agar bagunan yang disediakan pemerintah, menjadi akses bagi rakyat bertumbuh secara ekonomi maupun sosial. 

Pada konteks ekonomi keadilan, yang tak kalah penting pula, peran negara melindungi hasil produksi lokal di pasar internasional. Tak bisa dihindari, interaksi dagang antar negara semakin terbuka, persaingan dagang makin ketat. Kini, pasar mengalami kebajiran produk. Pangsa pasar indonesia menjadi daya tarik negara-negara asing mengekspor produk negaranya. Tak dimungkiri, pangsa pasar indonesia sangat menjanjikan. Jumlah penduduknya 280 juta, menjadi faktor utama negara asing menanam investasi di dalam negeri.

Akibat dari aktivitas pasar bebas, produk dalam negeri ikut pula bersaing di pasaran bebas. Tak jarang, produk kita kalah bersiang dengan negara lain, sehingga, kebanyakan produk yang kita gunakan berasal dari luar. Peran negara sebagai pelindung tak boleh tinggal diam. Pemerintah harus hadir, menumbuhkan produk dalam negeri, agar semampunya digunakan, dan dikelola sendiri di dalam negeri.

Melepaskan ketergantungan impor, merupakan cara pemerintah memerdekakan rakyatnya sendiri. Maka, selayaknya, ekosistem produk dalam negeri dapat dikelolah sendiri, sembari, meningkatkan mutu barang dan sumber daya anak negeri. Sungguh paradoks, negeri yang memiliki kekayaan alam melimpah, malah bergantung oleh produk luar negeri. Sudah waktunya, hilirisasi pengelolaan sumber kekayaan alam dikelolah sendiri. Bukankah sudah berlangsung  lama, pengelolaan kekayaan alam kita dikuasai asing. Negara mesti berani melangkah lebih maju, jika ingin negara ini, lebih diperhitungkan di kancah dunia.

Indonesia maju, tak cukup dengan ekonomi kuat. kemajuan pembangunan yang dirasakan saat ini, akan timpang jika negara belum memastikan keadilan politik dan hukum. Politik tak hanya alat praktis mempertahankan status quo, atau merebut kekuasaan, lebih dari  itu, politik adalah keterbukaan akses partisipasi  masyarakat, untuk turut serta dalam pembangunan. Kesadaran politik, mesti dibangun lewat cermin keteladanan para elite politik.

Sudah menjadi mafhum, kontestasi politik yang di selenggarakan 5 tahun sekali, menjadi barometer kualitas demokrasi yang dianut sebagai sistem perpolitikan. Kualitas pelaksanaan pemilu, akan menentukan sosok pemimpin di daerah dan pusat. Mirisnya, kedaulatan rakyat, sebagai pengejawantahan nilai demokrasi, belum sepenuhnya dijalankan pada tataran pelaksanaan. Rakyat sebagai penentu arah kebijakan negara, selayaknya diberi, ruang partisipasi aktif, menentukan pemimpin setiap kurun lima tahun.

Negara selaku penyelenggara pemerintahan, dapat memastikan seluruh perangkatnya bekerja secara profesional. Aparat negara dengan segala kewenangannya, berusaha memberi edukasi  politik terhadap masyarakat. Jika hal itu dilakukan dengan baik, kesadaran politik masyarakat makin baik pula. Penyelenggara negara yang tidak netral dalam pelaksanaan pemilu, apalagi menjadi alat politik penguasa, maka, demokrasi sedang dibunuh perlahan-lahan.  

Bukan hanya bidang politik, hukum di negeri ini masih jauh dari nilai keadilan. Hukum yang seyogianya menjadi dasar dalam pengambilan keputusan, atau kebijakan. Kita sering melihat atau merasakan, hukum dikangkangi, hanya kerena kepentingan penguasa. Di negeri ini, hukum bukan ruang steril. Faktanya, hukum masih bergulat dengan kekuasaan, kepentingan, juga tekanan politik. Apa pun alasannya, hukum harus terus dijaga, dengan akal sehat dan semangat menegakkan keadilan.

Menjadikan hukum panglima di negeri ini, bukan sekadar urusan teknis. Memperbaiki hukum adalah kerja panjang, mesti dijalani dengan sabar, serius dan keyakinan yang tebal.

Menjadi tanda tanya, apakah 27 tahun setelah reformasi, hukum mengalami lompatan atau langka mundur? Selama arah besarnya masih menyisihkan harapan, maka, kesempatan bagi Presiden Prabowo, di era kepemimpinannya, beliau memiliki keberanian dan komitmen mereformasi hukum. Apabila itu terwujud, maka, cita-cita Indonesia Emas, tak perlu dicemaskan.  

Kredit gambar: Senang Senang


                 


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *