Bayi Kemerdekaan Palestina

Gejolak perlawanan terhadap impreliasme makin memuncak. Kaum penjajah Zionis Israel melakukan penyerangan terencana kepada bangsa Iran. Tak tanggung-tanggung, akibat dari penyerangan itu, beberapa petinggi Iran tewas, termaksud panglima tinggi militer, dan beberapa ilmuwan nuklir Iran. 

Apakah dengan tewasnya (syahid) para petinggi militer dan ilmuwan, Iran kalah? Justru, peristiwa tersebut menjadi pintu pembuka kemenangan yang  lama Iran tunggu. Tak ambil tempo, tidak kurang dari dua kali dua puluh empat jam, si bedebah Israel seketika merasakan kepahitan atas perbuatannya. Rudal- rudal Iran mendarat mulus, merusak sendi-sendi pengamanan Israel yang terkenal super canggih sejagat raya.

Dunia tercengang, Iran memamerkan kedigdayaannya, sedangkan barisan kolonial, Amerika serikat, Israel dan proxy-nya tungang-langgang menghadapi Iran seorang diri. Teknologi super canggih Israel, tak berdaya menangkal rudal anak-anak Khurasan. Tel Aviv, jantung Kota Israel porak poranda, langit dipenuhi cayaha rudal Iran. Iron Dome yang dipercaya dapat melindungi Israel, nyatanya hanya isapan jempol. Sistem pengamanan Israel jebol oleh hujanan rudal Iran.

Janji pemimpin besar Islam Iran, Ali Khamenei membalas serangan Israel membuat musuh ketar-ketir, seolah Israel tak percaya, Iran membalas lebih dari dugaan. Tindakan Israel menyerang Iran lebih dulu, dianggap melanggar hukum internasional (Piagam PBB), sebagimana dilansir beberapa media. Atas dasar itulah, penyerangan Iran sabagai respon membalas serangan Israel.

Momentum penyerangan Iran terhadap kaum penjajah Israel tak disia-siakan. Jauh-jauh hari, bahkan, berpuluh-puluh tahun lamanya, Iran telah menyiapkan jika sewaktu-waktu berhadapan langsung dengan para penjajah di zaman moderen. Maka tak pelak, warga dunia meyaksikan keberanian bangsa Iran membombardir setiap sudut kota Tel Aviv, pusat Kota Israel.

Sejak dahulu, Iran dikenal sebagai Bangsa pemberani, tidak hanya berani, setelah revolusi tahun 1979, negara tersebut menjadi embrio lahirnya para ilmuwan Islam yang dipersiapkan untuk melawan kaum imprealis. Sejak itu, teknologi dan ilmu alam berkembang pesat dengan semangat perlawanan.

Iran sadar, pascarevolusi, bukan berarti pejajahan di muka bumi  tercerabut sepenuhnya. Kemerdekaan yang didapat oleh negara-negara ketiga, adalah upaya diplomasi antar negara, mengusung kemerdekaan seluruh bangsa-bangsa bekas jajahan, terutama di kawasan Asia-Afrika. Sesungguhnya akar kolonialisme belum tercerabut sepenuhnya, selama negara-negara kolonial (Israel dan proxy-nya) masih menguasai percaturan global.

Semenjak negara Islan Iran terwujud, telah menjadi ancaman negara penjajah. Bagaimana tidak, slogan-slogan anti Zionis dan Amerika senantiasa menggaung  menjadi spirit perlawanan bangsa Iran. Langka Iran melakukan agenda perlawanan, membuat musuh mengambil langka strategis dalam rangka memerangi Iran. Beberapa agenda adu domba telah dilakukan, dengan memicu perang saudara, memaksa negara teluk memusuhi Iran, melakukan embargo ekonomi, hingga memicu pertentangan mazhab Islam (Sunni-Syiah).

Kesemua skema penjajah, tak mampu membuat Iran jatuh. Atas dasar kekuatan spiritual yang diwariskan oleh Rasulullah Muhammad Saw dan Ahlul Bait, tak sedikit pun bangsa Iran takluk apalagi menyerah. Serangan musuh membuat Iran semakin kuat, walaupun, beberapa tokoh dan ilmuwan mereka gugur. Kematian di medan perang merupakan konsekuensi perlawanan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, bangsa Iran tak kekurangan peran penganti. Seluruh rakyat Iran rela membela negaranya, demi meleyapkan para kolonial.

Serangan rudal Iran selama 12 hari (13-24 Juni 2025) ke jantung kota Israel menimbulkan kepanikan warga kota. Mereka tak habis percaya, sistem pertahanan udara Iron Dome tak mampu menghalau rudal buatan Iran. Arus pengunsian terjadi, sebagian lagi mencari perlindungan di bunker. Kemegahan Kota Tel Aviv luluh lantak selama 12 hari penyerangan.

Atas serangan Iran selama 12 hari, Amerika sebagai penyokong utama Israel angkat bicara, melalui media presiden Donald Trump menunjukan kekesalannya, Trump bilang kesabarannya “sudah habis” terhadap Iran dan mengulangi seruannya agar “menyerah tanpa syarat.” Namun, di balik peryataannya itu, Trump masih membuka ruang untuk berunding.

Di tanah Khurasan, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei melayangkan pesan, negaranya tak akan menyerah, malahan memperingatkan kepada Amerika Serikat tentang “kerusakan yang tidak dapat diperbaiki” jika negara itu melakukan intervensi. Dalam beberapa pertemuan, Ali Khamenei mengungkapkan keengganannya melakukan perundingan. Amerika dan sekutunya tak lagi dipercaya merealisasi perdamain di muka bumi.

Selaku pemimpin besar, juga sumber rujukan otoritas agama (marja) di Iran, Ali Khamenei mengetahui betul watak bangsa penjajah.  Kata beliau. “Salah satu bahaya yang mengancam setiap bangsa, ialah ketaidaktahuan akan siapa musuhnya.” Olehnya itu, beliau mengingatkan, kenalilah musuh, dan kenali pula trik-trik permusuhannya. Jangan sampai terlena. Sekali terlena kita akan diserbu.

Penghapusan penjajahan di muka bumi adalah harapan besar warga dunia. Beberapa kalangan menyebutkan, untuk mewujudkan perdamain dunia, peristiwa yang sedang dialami bangsa Palestina, adalah momentum perlawanan terhadap kaun penjajah. Definitnya, Israel merupakan benteng terakhir kolonialisme di zaman modern, sedangkan bangsa Palestina, garda terdepan penghapusan kaum penjajah.

Kiwari, dunia bisa dikatakan terbagi dua faksi dalam konteks politik dan konflik global, yakni front perlawanan dan normalisasi. Perjuangan bangsa palestina untuk merdeka sedang mengalami titik nadir. Ibarat seorang ibu mengandung jaban bayi, sedang menunggu waktu yang tepat, sang bayi kemerdekaan itu lahir.

Pada proses menuju kelahirannya itu, berbagai kontraksi terjadi. Kejadian di luar nalar pun terjadi. Perjuangan panjang dan tak mudah sedang dialami saat ini. Kekejaman, pembataian, teror, dan krisis tak terelakkan. Meski kondisi seperti itu, mereka tak rela meninggalkan tanah kelahirannya.

Hati siapa tak geram melihat kekejaman mereka, Zionis, saat krisis kelaparan melanda warga Pelestina, mereka bantai hidup-hidup, hanya untuk mengambil sesuap makanan, demi menyambung hidup. Seorang anak dibantai di depan bapaknya, lalu menyusul sang bapak pun ikut dibantai. Peristiwa ini menjadi perhatian warga dunia. Bukan kali ini saja mereka berbuat biadab. hal itu, sengaja mereka lakukan demi, melenyapkan warga palestina.

Seiring waktu, perlawanan bangsa Palestina terhadap kaum penjajah, bertrasformasi menjadi perjuangan kemanusiaan. Kekejaman yang dilakukan kaum penjajah di Palestina mengerakkan perlawanan atas nama kemanusian. Sekat demarkasi tak lagi menjadi penghalang membela Palestina. Perjuangan Pelestina milik seluruh manusia.

Gaung perlawanan kaum penjajah di Palestina makin menggema di penjuru dunia. Apabila gerakan perlawan ini dijaga dan rawat secara terorganisir, maka, bukan tidak mungkin, bayi kemerdekan Palestina tidak lama lagi akan lahir, dan para penjajah lenyap di muka bumi.   

        


Comments

One response to “Bayi Kemerdekaan Palestina”

  1. Tulisan ini menggugah kesadaran kita bahwa Palestina bukan hanya isu agama atau politik, melainkan inti dari perjuangan kemanusiaan. Keteguhan mereka mempertahankan tanah air di tengah kebiadaban penjajah Zionis adalah cermin keberanian sejati. Semoga kita tidak hanya menjadi penonton, tapi juga bagian dari barisan yang terus merawat perlawanan, hingga bayi kemerdekaan Palestina benar-benar lahir dan menang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *