Pastinya, bukanlah sebuah kebetulan. Seorang nenek yang umurnya saya tidak tahu, datang menemuiku. Sebetulnya, kedatangan ke rumahku untuk maksud lain, yaitu menemui istriku. Ada keperluan khusus dengannya.
Entah bagaimana mulanya, sang nenek itu kemudian direkomendasikan oleh istriku untuk menemuiku. Sebelumnya, tentu saja istriku bertanya dulu kepadaku, apa saya ada kegiatan atau tidak? Yah… saat itu, saya memang lagi tak ada giat, hanya membaca buku sambil menikmati kopi pahit, yang dibuat oleh seorang barista yang manis.
Berselang beberapa saat kemudian, sang nenek kemudian menemuiku dan memberikan salam kepadaku. Kujawab salamnya dan kulanjutkan dengan senyuman . Alhamdulillah, senyumanku dibalas dengan seadanya. Lebih tepatnya, dijawab secara formal saja. Instinku sebagai terapis langsung bekerja, sontak muncul pertanyaan dalam pikiranku, ada apa gerangan?
Tanpa basa basi, sang nenek langsung menyampaikan keluhannya. Menurutnya, sudah berbulan-bulan lamanya, beliau salat tidak dalam keadaan sempurna. Ketidaksempurnaanya ada pada saat duduk di antara dua sujud, tahiyat awal dan tahiyat terakhir. Posisinya serba salah, terkadang harus sangat miring, karena lutut dan lipatannya, juga kakinya sangat sakit.
Hal yang kemudian membuat semakin tidak nyaman , karena terkadang harus mengganggu tetangga jamaah di sampingnya. Padahal, sudah berbagai macam obat diminum, baik herbal maupun kimia. Hasilnya sama saja, saat diminum berubah gejalanya, dan saat tidak diminum, muncul lagi sakitnya. Bahkan ada yang tidak memberikan efek sama sekali.
Sebetulnya ini kasus kesekian kalinya. Beberapa kasus sebelumnya, ada pasien, mengharuskan yang bersangkutan duduk di kursi saat salat, karena lutut dan kakinya sangat sakit ketika harus terlipat. Dan dari segi usia, mereka rata-rata berusia 50 tahun ke atas. Oleh sebagian orang mungkin dianggap sebagai sesuatu yang lumrah.
“Memang sudah saatnya,”, kata banyak orang ketika menghadapi kasus seperti itu. Bahkan, ada yang pernah ke dokter, kemudian dokter berkata, “Wajar begitu, sebab memang sudah tua.” Juga ada yang setelah difoto radiologi, tampak adanya pengapuran pada lututnya.
Ungkapan-ungkapan seperti itu, menjadi pembenaran atas kondisi yang dialami, sehingga dengan sangat terpaksa harus menerima kondisi tersebut. Berbeda dengan saya yang menganut slogan “Selalu Ada Jalan” , ketika melihat kasus-kasus demikian, justru membuat semakin tertantang dan sangat fleksibel menghadapinya.
Kembali ke sang nenek. Setelah menyampaikan keluhannya, saya pun teringat dengan rumus kesehatan holistik, bahwa gangguan di lutut mempresentasikan fleksibilitas dalam menjalani kehidupan. Sangat ingin maju melangkah, tetapi ada perasaan takut untuk melangkah, sehingga menjadi kaku dan tidak fleksibel. Pikirannya dipenuhi dengan banyak pertimbangan, yang sebetulnya adalah sebuah pembenaran atas ketidakmampuannya melangkah, sampai berujung pada ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan, sehingga, sebagai penegasan, sekali lagi membuat hidupnya semakin tidak fleksibel.
Sama dengan lutut, kaki pun demikian. Lutut dan kaki keduanya merupakan organ yang digunakan saat berjalan. Dan ketika ada gangguan pada area kaki, juga mempresentasikan adanya ketakutan, kekhawatiran, kecemasan akan proses perubahan maju ke depan, dan enggan untuk melakukan proses perubahan tersebut, padahal di saat yang sama, sebetulnya sangat ingin berubah.
Setelah saya menyampaikan sudut pandang holistik di atas, terkait dengan apa yang dialami oleh sang nenek, dia pun mengiyakan. “Saya sangat mengkhawatirkan keadaan anak dan cucuku . Ada banyak hal yang seharusnya dan sebetulnya saya bisa lakukan, tapi saya tidak melakukannya, karena nanti anakku tersinggung. Karena nanti dianggap mencampuri urusan rumah tangganya.” Ulas sang nenek sambil terisak-isak.
Setelah air matanya tumpah ruah, sang nenek pun berangsur-angsur kembali bisa menguasai dirinya. Ternyata, dia sangat sering mengalami kesedihan seperti itu. Kembali insting holistikku bekerja. Kesedihan biasanya berefek dan berhubungan dengan gangguan di paru-paru. Gangguan yang dirasakan bisa dalam bentuk sesak napas, mudah ngos-ngosan sekalipun berjalan tidak terlalu jauh, batuk bahkan asma. Dan, sang nenekpun membetulkan, bahwa dia sangat sering sesak napas sebelum gangguan di lutut terjadi. Dari kasus ini, kembali terbukti akan kebenaran sistem kesehatan holistik.
Sebagai terapis, saya pun melanjutkan penjelasanku. Bahwa apa yang sang nenek rasakan, baik di lutut, kaki maupun sesak napas, adalah merupakan akibat dari sebuah sebab. Mengacu kepada metode penanganan causal teraphy, bahwa yang diatasi adalah sebabnya, dan bukan akibatnya. Jikalau hanya mengatasi akibatnya, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya, maka akan memengaruhi sesaat saja, bersifat sementara dan gejalanya akan kembali bisa berulang. Dan itulah yang dialami oleh banyak orang, termasuk sang nenek.
Alhamdulillah, sang nenek bisa menerima dan memahami penjelasan-penjelasanku. Kalimat demi kalimat ia dengarkan dengan seksama, dan sangat serius dengan apa yang saya sampaikan. Hal ini menunjukkan, bahwa ia sangat tertarik dengan konsep kesehatan holistik. Perbincangan semakin asyik dan suasana juga sudah berubah. Yang tadinya ada ketegangan, juga kesedihan, sekarang sudah berubah menjadi lebih rileks dan riang gembira. Sang nenek pun semakin sumringah, alhamdulillah .
Setelah proses terapi berjalan, baik terapi energi maupun terapi ilmu berupa pemetaan masalah, alhamdulillah sang nenek pun menerima kondisi, dan memahami apa yang mesti dijalani. Sehingga, ia tidak lagi ada ketakutan dan kekhawatiran untuk melangkah. Di pikirannya sudah tidak ada lagi tarik menarik terkait apa yang mesti dilakukan, sudah sangat fleksibel dan optimis menjalani kehidupannya. Tak ada lagi kesedihan.
Sahabat holistik , untuk kasus seperti ini, biasanya saya langsung menguji hasil dari perubahan di pikiran dan perasaan yang dialami pasien. Begitu pun pada sang nenek ini. Tidak perlu waktu lama, saya langsung mengambil sajadah dan langsung mempersilahkan praktik salat. Satu per satu tahapan gerakan dilalui, hingga sampailah pada posisi duduk yang selama ini sangat mengganggunya.
Awalnya, dia agak ragu, tapi setelah saya yakinkan, bahwa in syaa Allah sudah ada perubahan, sudah berbeda dengan sebelumnya, maka ia pun melakukannya. Dengan sangat hati-hati, sang nenek melakukan dan mengulangi gerakan-gerakan yang selama ini sulit dia lakukan. Dan, alhamdulillah, atas izin dan kehendak Allah Swt., tampak adanya perubahan yang sangat besar, tidak lagi kelihatan adanya kesakitan dan sudah sangat nyaman. Di samping itu, posisi duduknya juga sudah sempurna.
Entah berapa kali dicoba, diulang-ulang hingga semakin fleksibel lututnya, begitu pun kakinya. Sesaat kemudian, ia sujud syukur atas anugerah yang Allah sudah berikan, disusul dengan tangisan haru dan bahagia atas nikmat Allah yang dia rasakan. Tak terhitung, kata alhamdulillah mengalir deras keluar dari mulutnya.
Saya pun sebagai terapis menikmati momen tersebut. Saya menjadi larut dan terharu atas nikmat yang Allah berikan. Sungguh, nikmat Allah tak berbilang. Sungguh, nikmat Allah akan selalu membersamai hamba-hamba-Nya, kapan pun dan dimana pun. Lalu, nikmat Tuhan manalagi yang kita dustakan?
Kredit gambar: Istockphoto

Seorang terapis. Bergiat di Sekolah dan Terapi Pammase Puang Holistik Center Makassar. Dapat dihubungi pada 085357706699.


Leave a Reply