TMS (Ternyata Menyusahkan Sekali)

Di sebuah meeting room hotel berbintang, saya sedang mengikuti rapat penyusunan handbook terkait kegiatan skolastik yang akan diselenggarakan suatu dinas provinsi. Dalam tim penyusun tersebut, hanya sayalah satu-satunya peserta yang tidak berasal dari kalangan dosen. Hampir semua penyusun di kegiatan ini adalah dosen hingga ketua jurusan di berbagai kampus negeri ternama di Sulawesi Selatan.

Kami semua selalu antusias dengan program ini, karena tentu saja selain bisa turut aktif menjalankan amanat UUD 45 yang mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bayaran yang kami terima juga sangat profesional dan lebih dari cukup. Saking istimewanya kegiatan ini, saya bahkan rela berangkat subuh ke Makassar lalu pulang lagi ke Bantaeng di siang hari.

Ketika sedang membincangkan banyak hal, gawai saya yang biasanya tidak berdering di pagi hari itu, tiba-tiba dipenuhi bunyi dan getaran-getaran yang cukup mengganggu. Saya berpikir, kalau notifikasi chat bersahut-sahutan seperti ini, biasanya ada kejadian penting atau berita duka. Saya lalu membuka gawai dan menengok beberapa grup WhatsApp. Dan memang betul ada berita duka. Di grup WhatsApp yang khusus saya buat untuk kelas bimbel CPNS saya di Bantaeng, telah ramai dengan berita-berita duka terkait ketidaklulusan beberapa siswa dalam seleksi berkas. Hampir semua chat di grup dan di beberapa chat personal hanya berisi kata-kata ini:

“Kak, tidak lulus ka.”

“Kak, tidak memenuhi syarat ka.

Chat dengan kata-kata seperti itu meruntuhkan mood saya seketika. Binar mata saya tetiba redup, raut muka saya sontak berubah kelam. Chat ini berasal  dari beberapa peserta Bimbel CPNS yang sudah rela belajar mati-matian dalam kelas bersama saya nyaris dua minggu terakhir.

Mereka saat itu harus menerima kenyataan bahwa mereka dinyatakan gagal memenuhi persyaratan dalam seleksi berkas sehingga dinyatakan TMS alias Tidak Memenuhi Syarat untuk mengikuti seleksi CPNS.

Kabar-kabar pedih tersebut meruntuhkan semangat saya di ruang rapat. Seorang kawan yang saat itu juga mengajak saya berbincang sedikit tentang Pilkada Bantaeng sudah tidak terlalu saya tanggapi dengan serius. Saya hanya memperlihatkan beberapa chat siswa saya yang tidak lulus itu lalu mengatakan,  kita sedang sibuk-sibuknya memoles citra diri para calon pemerintah andalan kita, sementara ada ribuan pencari kerja di Indonesia dan kampung saya yang sepertinya sedang “dikerjain” oleh pemerintahnya sendiri.

Saya lalu melanjutkan. Tendensi pemerintah kita yang hobi ngerjain warganya itu sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum seleksi CPNS ini digulirkan. Saat itu, para calon pelamar sudah dikerjain duluan ketika harus terjebak dilema antara mendaftar seleksi CPNS atau menunggu seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K). Padahal, pemerintah sebenarnya sangat bisa untuk mengumumkan kedua jalur penerimaan ini secara serentak agar masing-masing pelamar bisa menakar jalan dan rezeki mana yang lebih terhampar buat mereka.

Pilu saya semakin menjadi-jadi ketika menemukan bahwa banyak di antara mereka yang gagal seleksi berkas di gelaran CPNS kali ini adalah mereka yang juga sebenarnya punya peluang di seleksi P3K nanti. Mereka sayangnya hanya bisa menjadi penonton pada seleksi P3K beberapa saat ke depan, karena dengan melamar di seleksi CPNS, otomatis mereka sudah tidak berhak lagi melamar pada seleksi P3K.

Mereka yang tidak lulus berkas alias Tidak Memenuhi Syarat (TMS) ini adalah orang-orang yang yang telah mengerahkan semua waktu dan tenaganya untuk belajar mandiri bahkan Bimbel duluan sebelum berkas mereka dinyatakan diterima. Mereka juga rela mengorbankan peluang mereka menjadi ASN P3K karena mungkin masih merasa ada “gap” sosial antara ASN dan P3K. Sungguh pedih rasanya melihat nyala semangat di mata mereka itu tetiba meredup ditelan kenyataan bahwa mereka dikerjain negara lewat status TMS ini.

Padahal sederhananya, kalau dipikir-pikir, dengan modal mengisi form biodata saja, melampirkan foto dan hasil pindai KTP beserta Ijazah, sebenarnya sudah sangat cukup menjadi modal untuk ikut tes. Adapun persyaratan lain yang harus pakai materai itu sebenarnya bisa disetor di akhir, bila mereka sudah lulus. Negara kita dengan semua instrumennya sebenarnya bisa mewujudkan itu. Mengakali konstitusi saja bisa, lah masa mempermudah seleksi tidak bisa?

Apa yang saya paparkan di atas mungkin masih bisa disanggah bahwa memang begitulah hidup, kita terkadang harus dihadapkan pada pilihan-pilihan yang entah membuat kita untung atau buntung. Tapi di kasus ini, saya tetap bersikukuh bahwa sebenarnya pemerintah bisa memudahkan para pelamar CPNS agar dapat mengikuti seleksi dengan mudah dan nyaman. Biarkan mereka fokus pada peningkatan kemampuan dasar dalam rangka persiapan tes saja.

Saya masih mengingat betul dalam sebuah utas di Twitter, bahwa bila ganja tumbuh dan ditemukan di pekarangan kita maka itu adalah punya kita, tapi bila minyak bumi yang ditemukan di pekarangan kita maka itu punya negara. Para penyelenggara negara di banyak hal memang lebih melihat kita sebagai objek, bukan sebagai subjek. Yah, ternyata pemerintah kita menyusahkan sekali.


Comments

2 responses to “TMS (Ternyata Menyusahkan Sekali)”

  1. Nick name Avatar

    Sangat2 menyayat hati saat mengetahui banyak orang yang TMS dan itupun mereka yang memenuhi syarat tapi entah kenapa bisa menjadi TMS

  2. NUR FADHILAH Avatar
    NUR FADHILAH

    Kak ade keren.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *