Anak Telat Membaca?

Siang tadi sebagaimana biasa, saya menunggu kedatangan murid les ke rumah. Seorang anak perempuan kelas lima di Sekolah Dasar yang kata ibunya belum lancar dalam membaca. Si ibu menggambarkan kemampuan si anak yang hanya mampu mengenali dua sampai tiga huruf saja.

Sepenuh perhatian saya menyimak pemaparan si ibu, walaupun tidak begitu detail ia menceritakannya. Tidak jadi soal. Pada dasarnya saya siap menerima siapa pun dia dan bagaimanapun kondisinya. Saya bahkan pernah menerima murid kelas 1 SMU. Bagi saya, setiap anak memiliki potensi kecerdasan tersendiri. Kita sebagai guru dan orangtua ditantang untuk menggali dan menemukannya.

Alhasil, anak perempuan ini pun mulai menjalani hari-hari belajar di tempat kami. Pada pertemuan pertama, saya memintanya untuk mulai membaca rangkaian huruf a dan b yang disatukan menjadi suku kata yang bervariasi.

Sekadar info, dalam mengajar saya tidak menggunakan metode baca abjad satu demi satu, melainkan metode suku kata. Seperti a-ba, a-bi, a-bu, dan seterusnya. Dan ternyata ia lancar. Bahkan sampai pada rangkaian huruf-huruf selanjutnya.

Gambaran ibunya melenceng dari kenyataan yang saya saksikan langsung. Persoalannya di mana ini? Apa yang menyebabkan si anak dianggap mengalami ketidakmampuan dalam membaca?

Sekian lama saya mengajar sambil melakukan pengamatan dan eksperimen dengan murid-murid yang datang dan pergi, inilah beberapa faktor yang dapat menjadi penyebabnya.

Pertama, ketidaksabaran guru dan orangtua dalam mengajar anak. Orangtua dan guru cenderung ingin instan dalam mengajar. Satu dua kali hadapi, langsung bisa. Sementara anak memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda-beda.

Orangtua atau guru yang tidak sabar akan terpancar di wajahnya. Si anak menangkapnya dengan ketegangan dan ketakutan. Sebagaimana cara kerja otak, semakin tidak rileks, semakin tidak bisa berpikir. Itulah yang terjadi pada anak-anak ini.

Akhirnya, mereka menganggap belajar membaca itu menakutkan, menegangkan, dan membuat tidak nyaman. Ia pun akan makin menghindarinya, bahkan bisa jadi makin tidak menyukai membaca.

Kedua, terima anak apa adanya. Jangan banyak menuntut. Jika kemampuan anak hanya bisa mempelajari dan mengingat setengah atau satu halaman, jangan dipaksakan untuk mempelajari lebih dari itu.

Jangan pula membanding-bandingkan pencapaiannya dengan pencapaian teman atau saudaranya. Karena itu akan membuatnya kecewa dan rendah diri. Di mana kedua kondisi ini dapat menghambatnya untuk makin melaju dalam belajar.

Ketiga, puji dan berikan apresiasi sekecil apa pun kemajuannya. Siapa pun pastinya senang diapresiasi atau dipuji. Kita sebagai orang dewasa saja masih sering haus akan pujian. Artinya, setiap manusia senang jika dihargai.

Jika ia melakukan kesalahan, reaksi kita hendaknya biasa saja. Tidak usah bereaksi berlebihan. Cukup minta ia ulangi saja bacaan yang salah tersebut. Boleh dibantu kalau ia belum berhasil membetulkannya sendiri.

Keempat, berempatilah pada kondisi anak. Dalam proses mengajar anak-anak, terkadang saya mendapati anak tersebut dilanda rasa bosan dan malas untuk menulis. Saya biarkan saja. Alih-alih saya tanya, kalau tidak mau menulis, enaknya bagaimana? Biasa ada yang jawab, langsung baca saja tulisan di buku panduan, atau baca tulisan di papan. Ada pula anak yang sangat suka menulis. Apa-apa ditulis. Tulisannya pun bagus dan mudah dibaca.

Nah, dengan kita menyesuaikan dan sering berdialog dengan anak, maka proses belajar pun akan semakin mudah dan menyenangkan. Itulah dasar yang penting untuk kita pahami sebelum mulai mengajari anak.

Sebab, suasana hati dan lingkungan yang nyaman akan membuat keinginan dan semangat belajar pada diri anak akan senantiasa tumbuh. Tentunya pula akan semakin membuatnya cinta dengan belajar. Begitu pun yang sebaliknya akan terjadi jika kita mengabaikan faktor-faktor di atas.

Jangan sampai kondisi masa kecil kita dulu terulang kembali pada cara kita menghadapi anak-anak kita. Cukuplah diri kecil kita yang mengalaminya. Mari kita memberikan anak-anak kita pengalaman yang berbeda, yang lebih baik, dan lebih menyenangkan.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *