Di era teknologi yang makin pesat saat ini, kecanggihan alat berkomunikasi semakin menarik perhatian semua lapisan strata dan usia manusia. Nyaris tidak ada manusia yang tak terhubung dengan alat ini. Ialah gawai atau telepon genggam. Telepon pintar yang dapat memberikan akses pada banyak informasi dan berbagai kesenangan yang manusia inginkan.
Sayangnya, kehadiran alat ini tidak seiring dengan kesiapan sumber daya manusianya dalam memanfaatkannya. Yang banyak terjadi, hubungan dan interaksi antarindividu terganggu karenanya. Manusia sebagai pencipta alat tersebut semestinya tidak berada di bawah kendali penguasaannya. Namun siapa yang dapat menampik segala kemudahan yang diberikan olehnya. Ia dapat memangkas waktu dan menggantikan peran-peran benda-benda yang sebelumnya digunakan oleh ayah ibu kita saat mereka seusia kita.
Televisi, radio, buku resep, serta tutorial melakukan pekerjaan yang terasa sulit, semua dapat diperoleh dengan memanfaatkan teknologi ini. Hanya dengan mengetikkan beberapa kata kunci, kita sudah mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Seperti yang sering diungkapkan orang-orang, teknologi itu ibarat pisau bermata dua. Satu sisinya dapat digunakan untuk membantu mempermudah pekerjaan di dapur, memotong bahan-bahan masakan. Sementara sisi yang lain dapat pula dimanfaatkan untuk memotong nadi sendiri atau menikam jantung orang lain. Pilihan penggunaannya ada pada diri setiap orang sesuai dengan isi kepala dan hatinya masing-masing.
Namun, tak perlu khawatir, jika manusia yang mengawal teknologi ini masih memiliki hati yang terhubung secara sadar dengan pencipta-Nya, sisi pisau yang dapat membahayakan tersebut tidak akan diberlakukan.
Meskipun begitu, kehidupan antarmanusia pun tetap butuh aturan. Untuk menciptakan keteraturan serta menghindari terjadinya konflik antara satu dengan lainnya. Karena alat tetaplah benda mati yang dioperasikan oleh manusia. Jangan sampai membalik pandangan kita terhadapnya. Sikap hormat dan menghargai terhadap sesama manusia tetap di atas segalanya.
Salah satu upaya kami dalam membumikan pandangan-pandangan di atas, yakni dengan menerapkan rasa saling menghormati dan menghargai sesama anggota keluarga khususnya dalam penggunaan ponsel sehari-hari.
Inilah kesepakatan-kesepakatan tak tertulis yang kami berlakukan di rumah. Pertama, saat sedang terlibat pembicaraan baik serius ataupun tidak dengan seorang anggota keluarga, ponsel mesti dilepaskan dari genggaman.
Kedua, memegang ponsel masih bisa ditolerir saat berada di tengah obrolan yang melibatkan lebih dari 2 orang (jika memang penting). Dengan catatan jika 2 orang lainnya sedang terlibat percakapan, maka 1 orang lainnya bolehlah tidak memberi perhatian penuh.
Ketiga, jika ada anggota keluarga ingin menyampaikan sesuatu pada seseorang (ayah, ibu, atau saudara), sementara orang tersebut sedang dalam situasi menjawab pesan atau chat, maka biasanya ia akan mengangkat sebelah tangannya tanda menahan untuk jangan dulu diajak bicara. Sampai urusannya selesai beberapa menit kemudian. Kenapa penting isyarat menahan, agar komunikasi nantinya bisa efektif. Tak ada pesan yang hilang saat proses bicara berlangsung.
Keempat, suara apa pun yang keluar dari ponsel tidak boleh melebihi batas kewajaran, yang bisa saja akan mengganggu anggota keluarga lainnya, yang mungkin juga sedang melakukan aktivitas yang sama.
Kelima, jika seseorang sedang butuh konsentrasi dalam menjawab pesan, atau ingin menyendiri dalam memikirkan ide yang berkaitan dengan alat yang satu ini, maka sebaiknya ia mencari tempat atau ruang tertutup, di mana ia tidak akan mudah diajak bercakap-cakap oleh anggota keluarga lain.
Nah, dengan adanya kesepakatan-kesepakatan tsb di atas, maka komunikasi antar anggota keluarga pun dijamin akan jauh lebih efektif. Hubungan dengan anak-anak pun, atau dengan pasangan akan semakin berkualitas.
Kredit gambar: Summareconserpong.com

Konsultan Parenting. Telah menulis buku, Dari Rumah untuk Dunia (2013) dan Metamorfosis Ibu (2018)
Leave a Reply