Tiupan Tipuan Elite

Setelah terpaksa sandi-sandi itu  terbongkar. Di sanalah aku berdiri telanjang, dengan harapan sehelai benang menyelamatkanku. Dari sejumput harapan, tetapi sebuah tipuan membawaku seolah terbang. Lalu sehelai benang itu ibuku jalin dan ia jahit sebuah luka  demokrasi. Hanya mampu menambal kecewa dan  sejumud harapan, mimpi anaknya  yang telah ia kubur.  Ibu  mengelus dan menyeka air mata demokrasi menjadi nanah.

Dengan suasana dan ranah nan renyah di peradaban negeri bernama Indonesia. Bukan sekadar  antusias dalam kausalitas, serta  kualitas bernama demokrasi.  Aku pun menemukan sesuatu, saat menyusuri laman di detikNews,  merasakan yang sama kegelisahan bersama:

 “Imaji kita tentang terciptanya demokrasi politik yang sehat masih jauh dari cita-cita demokrasi itu sendiri. Deviasi politik kita menuju jurang demokrasi yang benar-benar mengalami regresi. Impian menjadi negara dengan demokrasi yang stabil hanya menjadi bayangan imajinasi politik yang enggan terwujud.”

Jelang pesta dan pergantian rezim. Antara yang zalim dan merasa alim.  Mungkin juga tidak bisa menjamin tegaknya sebuah demokrasi demi mimpi bersama bernama keadilan sosial.  Lalu kita semua terkejut, terkesima, dan terbawa suasana. Ikut  gaduh, riuh, dan ricuh. Padahal, kita  hanya ikut-ikutan. Seperti baru mengenal puber dan belajar  bergincu. Merasa benar dan pintar.

Walhasil, akhirnya juga tertipu. Hendak mengepak sayap berbulu domba, maksudnya berbulu tipis, atau sekadar ikut merayakan pesta dengan percikan kembang api yang pongah mengotori  langit. 

Ranah tipu-tipu semakin masif. Mereka aktif atas nama kelompok sosial masyarakat.  Rohaniawan, sejarawan, budayawan, seniman, para tokoh, dan para politisi yang memanipulasi setiap kata dan tindakan. Kita telah terjebak.  Seperti seekor pipit, kicauanya  hanya berani di dalam sangkar.  Mereka dan kita  telah tertukar dan ditakar. 

Tetiba tiupan angin sepoi mengembus.  Beberapa orang mengendus kehidupan dan mengejar layangan janji politisi.  Habis manis sepah dibuang.  Habislah hajat pesta atas nama rakyat. Mereka pergi  begitu saja. 

Negeri ini mengalami krisis demokrasi yang menandai perbagai persoalan yang cukup besar. Ruang sipil yang masih terkikis mengutarakan kebebasan.  Namun, ketika diberi kesempatan “bebas” toh juga hasilnya bablas. Integritas melayang di balik layar: kepentingan. Pun masih saja saling tipu-tipu antara pilihan ekstrim, atau sikap kritis yang seolah ideologis, tetapi pragmatis.

Aku kembali berimajinasi seperti Hamzah Jamaludin, seorang analis politik. Dengan  berimajinasi  tentang bagaimana bangsa terbebas dari rezim yang korup, oligarki yang mengancam demokrasi, dan melemahnya dinasti politik, semua itu hanya sebagai utopia. Indonesia masih mengalami situasi krisis demokrasi, yang ditandai pelbagai persoalan yang menyelimutinya.

Aku sejenak mengaminkan imaji itu.  Walau segala situasi dan konsekuensi bisa saja terjadi. Manuver yang dilakukan oleh berbagai elite pun tak bisa kita lerai. Dan itu  terjadi di depan hidung kita. Situasi ini  kunamakan fragmen dan sandiwara politik! Kala  hari ini kita dalam suasana saling tiupan dari tipuan atas nama demokrasi. Dan tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Kegaduhan di ruang publik.  Pun masih disesaki berbagai manuver para adegan dan fragmentasi elite.

Bagaimana mungkin menciptakan pendidikan politik bagi masyarakat. Sementara mereka sama-sama basah kuyup lalu guyub kembali rujuk.  Kemarin sama-sama merajuk.  Kita sama pengecutnya, menyaksikan satu elite ke elite lainnya sibuk dengan membangun koalisi, demi memenuhi petisi. Selanjutnya, mereka menjadikan  sebuah ritual. 

Imajinasi itu kembali terpental. Pada kemungkinan dari seribu kemungkinan. Setimpal para penyair berganti menjadi penyihir kata-kata. Penakluk harapan palsu. Atau semisal seorang sastrawan selalu merasa menawan. Mencabik-cabik pada kerontangnya ilmu. Tanpa peduli strata pendidikan, dari S1, S2, S3 hingga “es teler”.

Semua sama-sama terjebak. Kesedapan  bunga pengetahuan tak sewangi yang tertera, tersemat. Lantas suatu hari  juga terlena tiupan dan tipuan,  tertidur dalam rayu bujuk menjadi budak. Demokrasi dan wajahnya hanya sepuhan bedak. Masyarakat menanti janji dedak dan pakan, seperti piaraan di negeri yang katanya beralas demokrasi.

Kredit gambar: HUKAMANEWS.COM


Comments

2 responses to “Tiupan Tipuan Elite”

  1. Asmabuasappe Avatar
    Asmabuasappe

    Kereeeen…😍🥰

  2. 😇

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *