Manakala Emak-Emak Ngonten

Percaya atau tidak, para emak-emak yang saat ini sedang aktif-aktifnya bikin konten daily vlog seperti masak-masak, bersih-bersih, atau belanja di pasar, akan sangat sulit untuk menembus kejamnya lalu lintas konten di Meta.

Tentu saja konten-konten mereka bisa monetisasi dan menghasilkan cuan, tapi untuk mendapatkan jumlah cuan yang wowww, perjalanan masih terlalu berat di depan. 

Hal ini simpel, karena emak-emak kita ini bukanlah siapa-siapa. Circle pertemanannya masih sebatas di keluarga, tetangga, dan tempat kerja. Kalaupun ada yang sudah cukup terkenal, biasanya hanya sampai di level kabupaten saja.

Emak-emak kita ini bukan artis yang hidupnya memang bikin penasaran untuk dicari tahu. Emak-emak kita ini bukan Nia Ramadhani yang tidak tahu buka salak saja sudah menjadi viral. Emak-emak kita ini juga bukan Nagita Slavina yang joget-joget dengan rok robek saja sudah bisa viral.

Kalaupun di beberapa konten ada yang like dan komentarnya ratusan atau ribuan, biasanya semua itu adalah hasil dari konsep Reels to Reels yang seolah-olah sudah jadi “kesepakatan tak tertulis” para emak-emak pembuat konten untuk saling dukung lewat views, like dan comment.

Kenal atau tidak kenal dengan orangnya, penting atau tidak penting kontennya, guna atau gak guna kontennya, sesama emak-emak kreator tetap harus saling dukung. Begitu prinsipnya.

Tapi kan ada juga emak-emak biasa yang reels-nya sudah monetisasi dengan jumlah cuan yang banyak? Ya, bisa saja. Karena si emak-emak ini sudah konsisten selama berbulan-bulan atau bahkan tahunan, dan semakin hari, kontennya semakin menarik, “beda” dan “unik” dari yang lainnya. Konten yang ditawarkannya sudah punya branding-nya tersendiri.

Jadi kalau sekadar berpikiran untuk membanjiri Facebook dengan konten makan, minum, nyapu, dan nyuci yang itu-itu saja, lalu kita berangan-angan untuk menjadi seleb reels dengan cuan di atas dua digit, tampaknya agak sedikit sulit.

Satu kaidah simpel untuk mengetahui bahwa konten-konten kita sudah di jalan yang benar adalah dengan memperhatikan isi komentarnya. Meski komentarnya sudah ratusan tapi mayoritas isinya masih seragam seperti “Wihh enaknya bunda”, “Keren sekali bunda”, dan “Semangat terus bunda”, maka bisa jadi yang memberi komentar ini masih ibu-ibu yang sama dengan kita yang juga menunggu balasan like dan comment kita di reels mereka. Mereka muncul di beranda bukan karena tertarik dan butuh dengan konten kita, tapi melainkan hanya merasa bertanggung jawab atas kesepakatan like dan comment itu.

Namun, kalau isi komentar pada konten kita sudah beragam, yang kasih komentar bukan lagi emak-emak reels, mereka juga ikutan ngakak, ada yang adu nasib dan malah curhat misalnya, atau ada yang tag teman-temannya yang lain dan malah ngerusuh sesama temannya di kolom komentar kita, dan tentunya sudah banyak yang share, maka itulah pertanda kalau konten kita berbeda, unik, menarik dan mulai dibutuhkan. Di sinilah kemudian konsistensi dibutuhkan (yang saya sendiri sampai sekarang juga belum bisa lakukan hihihihi).

Sebenarnya tidak apa-apa kalau semua ibu-ibu kita sekarang aktif ngereels. Entah hanya dapat 0,3 dollar atau paling untung belasan dollar, atau mungkin nanti akhirnya memutuskan berhenti ngereels dan fokus dengan usaha atau kerjaan di dunia nyata, itu semua tidak pernah jadi masalah.

Karena setidaknya, emak-emak reels ini sudah paham betapa penting dan bergunanya berjejaring di media sosial. Mereka juga akhirnya sudah mulai dikenal dan belajar promosi melalui endorse kecil-kecilan. Dan satu yang tidak disadari, emak-emak reels ini secara tidak sadar telah mengembangkan kemampuan public speaking mereka ke tahap yang lebih baik dan menjanjikan.

Kelak, kalau sudah berpengalaman berkomunikasi dan menyusun kata yang baik di media sosial, di masa depan nanti, emak-emak kita mungkin sudah menjelma jadi sahabat yang baik, pendengar yang empatik, pedagang yang atraktif, atau pegawai yang komunikatif.

Berhasil atau tidak berhasil jadi konten kreator, saya yakin, emak-emak kita sudah banyak belajar dan akan terus belajar. Cuman mohon, jangan sampai kegiatan ngonten ini bikin anak dan suami kelaparan di rumah.


Comments

2 responses to “Manakala Emak-Emak Ngonten”

  1. MasyaAllah, succes kak Ade…Keren Tulis nya…

  2. Mauliah Mulkin Avatar
    Mauliah Mulkin

    Hihihi…sepakat ini ulasannya. Saya termasuk tipe yang kurang tertarik untuk R to R atau F to F. Semua saya biarkan mengalir apa adanya.

Leave a Reply to A.Farah Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *