Datuk Pakkalimbungang dan Hajat di Dalamnya

Hampir setiap saat para pengunjung berziarah di makam Datuk Pakkalimbungang. Mereka yang berkunjung, datang dari berbagai daerah dan provinsi. Bentuk ritual yang mereka lakukan hampir sama dengan ritual pada makam-makam keramat lainnya. Peziarah yang datang berkunjung ke makam tersebut, membawa berbagai kelengkapan ritual.

Prosesi ritual yang dilakukan di tempat makam Datuk Pakkalimbungang, terlebih dahulu mengucapkan salam ketika memasuki kuncup makam, lalu menabur bunga yang dikenal dengan istilah alebunga ri tuanta (menabur bunga di atas makam). Setiap orang atau rombongan yang berziarah, selalu membawa kelengkapan ritual, seperti daun pandan, bunga-bunga, serta air siraman, sedangkan lilin merah, minyak, pedupaan, dan kemenyan disediakan oleh pengelola makam.

 Setiap pengunjung atau kepala rombongan, mula-mula memegang batu nisan Datuk Pakkalimbungang, lalu memberikan salam dan mengutarakan keinginan, setelah itu menyiramkan minyak ke nisan dan menabur bunga, serta sedikit siraman air di pusara makam. Saat pengunjung melakukan hal tersebut, pada waktu yang bersamaan, pembaca doa (juru kunci) membakar kemenyan di atas pedupaan.

Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an, terdengar keluar dari mulut si pembaca doa. Selanjutnya, pemohon menyampaikan maksud dan tujuan kepada pembaca doa, diiringi dengan kepulan asap dupa, sehingga aroma sekitar makam terasa sakral dan mistik.

Setelah pembaca doa selesai, peziarah memberi sedekah berupa uang seikhlasnya. Meskipun ada beberapa pengunjung yang langsung berdoa, tetapi tetap memberi imbalan jasa kepada guru baca sebagai passidakka (sedekah), atau memasukkan sejumlah uang ke dalam kotak amal yang telah disediakan.

 Hingga saat ini, kegiatan berziarah ke makam Datuk Pakkalimbungang masih tetap eksis, dan menjadi bagian dari budaya spiritual bagi masyarakat pendukungnya.

Biasanya, pengunjung yang memiliki nazar akan mengikat tali di pagar kompleks makam atau di pohon, sebagai simbol janji dan akan datang melepas ketika keinginannya terkabulkan. Setelahnya, di pinggir Sungai Panaikang, para peziarah akan makan bersama sebagai rasa syukur. Sebelum meninggalkan kompleks makam, pengunjung mandi di sungai untuk menyucikan diri.

 Peziarah yang datang mengunjungi makam Datuk Pakkalimbungang, pada umumnya dilandasi oleh niat, atau didorong oleh kemauan batin yang kuat. Adanya niat dan tujuan tersebut, membuat motivasi peziarah  menjadi beragam, tergantung  pada kepentingan masing-masing.

Datuk Pakkalimbungang sendiri bernama asliSyekh Muhammad Amir,  oleh masyarakat Bantaeng dikenal dengan sebutan Daeng Toa. Beliau merupakan mubalig yang tersohor dan dikagumi oleh masyarakat Bantaeng dan sekitarnya, karena ketinggian ilmu dan kesederhanaannya.

Beliau berasal dari Sumatera, menjadi mubalig sekitar akhir abad XVII Masehi di Kalimbungang, Bantaeng. Sebelum menetap di Kalimbungan, ia terlebih dahulu ke Maiwa, tetapi ada ketidakcocokan, sehingga memilih pergi ke selatan Sulawesi, hingga akhirnya langkah kakinya membawanya ke Bantaeng.

Secara subtansial, ajaran Datuk Pakkalimbungang disebarluaskan ke semua lapisan masyarakat, tetapi tidak menghilangkan budaya lokal. Persentuhan Islam dan budaya lokal, melahirkan akulturasi yang tampak dengan masih adanya unsur-unsur tradisi pra-Islam pada makam tokoh muslim, dan ritual yang menyertai perkabungan masa awal masyarakat Bantaeng memeluk agama Islam.

Datuk Pakkalimbungang melakukan penyiaran agama Islam di Bantaeng, secara khusus di daerah Pakkalimbungang karena bermukim di sana. Semasa hidupnya, beliau mengajarkan Islam dengan tekun dan sungguh-sungguh, sehingga sangat dihormati oleh masyarakat Bantaeng sebagai seorang ulama besar. Kharisma yang dimilikinya tidak hanya terasa semasa hidup, melainkan masih dirasakan hingga saat ini oleh masyarakat. Hal tersebut terlihat dari banyaknya peziarah yang datang ke makam untuk memanjatkan doa, baik berupa kemudahan rezeki, kesembuhan dari penyakit, jodoh, dan lainnya.

Adapun hal lainnya, yang memotivasi peziarah untuk berkunjung ke makam tersebut, yakni dipengaruhi oleh informasi yang didapat atau didengar, baik dari teman, tetangga, atau kerabat, bahwa Datuk Pakkalimbungang adalah tokoh yang memiliki kharisma dan keramat. Beliau dianggap dapat memberi harapan untuk hidup lebih baik, serta dapat memberikan keselamatan, ketenangan hidup, dan lain sebagainya.

Menurut Karaeng Imran, Datuk Pakkalimbungang memiliki ilmu keagamaan yang sangat tinggi, sehingga diikuti oleh banyak kalangan. Salah satu ajaran yang ditekankan selama hidupnya, yaitu “hidup sederhana, menghindari hidup berlebih-lebihan”, dengan syair beliau yang dikenal sampai sekarang, “Bolima ri tunayya ri bangkenna kamasea, ma’dinging-dinging punna niaja te’nena.” Biarlah aku miskin hidup sederhana, asal penuh kebahagiaan dan sentosa.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipastikan bahwa Datuk Pakkalimbungang adalah seorang muballig yang memberi andil proses islamisasi di Bantaeng pada masa itu. Masyarakat Bantaeng memperlakukan ajaran Islam sama taatnya dalam melaksanakan adat istiadat.

Makam Datuk Pakkalimbungang telah ditetapkan menjadi cagar budaya, dalam artian dijaga dan dilindungi oleh pemerintah, karena telah memenuhi kriteria sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan.

Catatan: Tulisan ini sudah dimuat dalam buku, Bantaeng Satu Negeri Seribu Cerita (2025), hal. 214-216.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *