Ketika Keadilan Seolah Mati di Hadapan Buruh

Hari ini, rasa kecewa dan marah saya terhadap para politikus dan pemerintah benar-benar telah mencapai puncaknya. Kepercayaan yang dulu masih tersisa, kini sirna sudah.

Bagaimana tidak? Pada hari Senin, tanggal 8 september 2025, SBIPE dan delapan organisasi kepemudaan (OKP) turun tangan, mendesak para wakil rakyat agar menekan Bupati dan Kapolres—dua sosok yang menandatangani perjanjian bersama sekaligus menjadi penanggung jawab tertinggi atas jalannya pemerintahan di Bantaeng.

Namun, di tengah hiruk-pikuk tuntutan itu, saya hanya bisa menjadi penonton—penonton yang juga adalah korban.

Kenapa saya berkata demikian?

Karena di antara para buruh yang menuntut pesangon akibat dihentikannya produksi, mereka setidaknya mendapat 0,5 persen pesangon. Itu pun hanya untuk buruh Yatai dan Wushou.

Sementara saya, yang bekerja di bawah naungan T0 (HUADI), justru mengalami PHK sepihak, dan hingga tulisan ini dibuat hak pesangon saya belum juga dibayarkan.

Saya hanya bisa menunggu—menunggu sampai kapan manajemen akan menyimpan hak saya. Menunggu sampai kapan pihak HRD akan terus “menabung” pesangon saya.

Jika alasan perusahaan adalah efisiensi, mengapa pabrik T0 masih berproduksi? Dan bila benar saya termasuk yang terkena efisiensi, mengapa pesangon saya dipukul rata 0,5 persen seperti pabrik yang tutup? Lantas, dalam kondisi seperti ini, apakah saya harus diam saja? Atau harus ikhlas menerima 0,5 persen hak saya yang seharusnya utuh?

Pertanyaan untuk Para Penguasa

Kepada para pemangku jabatan hari ini, saya ingin bertanya sebagai rakyat biasa yang masih percaya pada hak dan tanggung jawab:
Apakah Bapak tidak malu? Masih sanggupkah Bapak berdiri tegak di hadapan rakyat? Masih banggakah Bapak menyematkan lambang Garuda di dada, ketika keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia nyaris tak bernyawa?

Yang lebih menyedihkan lagi: para wakil rakyat.
Mereka menyebut diri sebagai perwakilan kami, tapi kenyataannya mereka hanyalah penjaga simbol korporasi dan budak kapitalisme.

Hari ini, saya akan selalu mengingat wajah-wajah mereka: wajah pembohong, wajah penipu, wajah yang mengkhianati rakyatnya sendiri.

Bukan Soal Uang, Tapi Soal Hati Nurani

Saya bukan tidak sabar menunggu pesangon karena merasa kekurangan.
Saya hanya ingin tahu: bagaimana para manajemen bisa tidur nyenyak setelah mengubur hak buruhnya? Bagaimana para pejabat bisa tenang menyaksikan buruh terus dipersulit, haknya ditunda, bahkan dipreteli?

Kenapa kesabaran buruh selalu diuji? Kenapa para pejabat lebih takut pada perusahaan dari pada membela rakyat?

Apakah kekuasaan kalian sudah sehancur itu? Apakah keadilan sosial benar-benar telah mati di negeri ini?

Pemerintah Mengubah Nila Menjadi Piranha

Pemerintah seolah sedang mengubah ikan nila menjadi ikan piranha, sedang bermain-main dengan kesabaran buruh.

Parahnya, ketika buruh bersuara, mereka justru disalahkan—lebih sering dipandang sebagai ancaman daripada sebagai pihak yang sedang dizalimi.

Kapolres yang menandatangani perjanjian bersama itu pun tampak seperti budak yang takut esok tidak bisa makan, bukannya menjadi pelindung rakyat. Wakil rakyat, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menindaklanjuti kedzaliman ini, justru hanya menjadi penonton dengan lambang garuda tersemat di dada.

Ironisnya, mereka yang awalnya sepakat membentuk pansus dan memanggil pihak perusahaan, ternyata justru berubah menjadi bagian dari pelaku utama yang membuat kedzaliman ini terus berlanjut.

Dunia sedang menunjukkan pada kita:
betapa dajjal bisa menjelma hanya menjadi setumpuk daging yang tidak berguna. Mungkin mereka lupa mengucap bismillah saat mulai makan, dan lupa bersyukur saat perutnya kenyang.

Karena jika iblis hadir di tengah-tengah kita hari ini, mungkin iblis pun akan sungkem pada manajemen huadi dan para pejabat yang menandatangani penghancuran hak kami.

Itulah wajah kekuasaan hari ini—bukan pelindung rakyat, tapi pengkhianat yang berpesta di atas penderitaan kami.

Kredit gambar: https://chatgpt.com/s/m_68c3fbdb759881919bb08bba4eb529ff


Comments

One response to “Ketika Keadilan Seolah Mati di Hadapan Buruh”

  1. Suara rakyat suara tuhan…mereka yg terlibat menzolimi buruh akan mendapt karma cepat atau lambat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *