Bantaeng: Menemukan Arah Baru Demonstrasi Damai

Belajar dari buruh yang memilih kekeluargaan di tengah perjuangan hak

Paras jalan poros provinsi, Bantaeng-Bulukumba yang tak biasa. Bantaeng biasanya dikenal sebagai kota kecil yang tenang. Jalan-jalannya ramai tapi akrab, warganya sibuk dengan pasar, sawah, dan kantor.

Namun, beberapa waktu terakhir, suasana itu berubah. Selama tiga hari berturut-turut, Senin-Rabu, 1-3 September 2025, jalan utama provinsi tertutup oleh aksi demonstrasi serikat buruh. Mereka menuntut hak-hak yang selama ini diabaikan perusahaan.

Bagi sebagian orang, aksi ini teras mengganggu. Transportasi terhambat, aktivitas warga tersendat. Bagi banyak warga yang hanya ingin bekerja, belajar, atau sekadar pulang ke rumah dengan tenang, demonstrasi sering terasa seperti ancaman. Jalanan yang seharusnya menjadi ruang hidup berubah menjadi arena perang.

Namun, di balik keresahan itu, ada pesan besar yang hendak disampaikan: buruh Bantaeng tidak ingin terus dikesampingkan. Mereka menuntut keadilan yang dijamin undang-undang, sesuatu yang semestinya sederhana tetapi sering diabaikan.

“Jalanan tak seharusnya jadi arena perang, melainkan ruang damai di mana rakyat bersuara.”

Dari Penutupan Jalan ke Ruang Damai

Di tengah panasnya situasi, hari keempat demonstrasi, Kamis, 4 September 2025, muncul pihak lain yang menamakan dirinya Gerakan Peduli Masyarakat. Mereka menyuarakan keberatan atas penutupan jalan penuh. Ada potensi gesekan, bahkan upaya membenturkan rakyat dengan rakyat.

Namun, yang menarik, serikat buruh akhirnya mengambil jalan bijak. Mereka memilih mengalah-bukan menyerah, dengan hanya menutup separuh jalan. Transportasi kembali bergerak, warga bisa melanjutkan aktivitas, sementara suara buruh tetap bergema.

“Demonstrasi bukan soal menghancurkan, melainkan soal menyalakan cahaya kesadaran.”

Keputusan ini sederhana, tetapi sarat makna. Ia menunjukkan bahwa perjuangan bisa tetap tegas tanpa harus membakar jembatan sosial. Bahwa demonstrasi bisa menjadi ruang damai yang penuh kekeluargaan, bukan sekadar ajang benturan.

Bisik-Bisik dan Tantangan

Meski begitu, tidak bisa dimungkiri, selalu ada bisik-bisik yang berusaha membenturkan buruh dengan masyarakat. Narasi yang mencoba mengalihkan persoalan inti, yakni abainya perusahaan dan lemahnya sikap pemerintah daerah ke arah konflik horizontal.

Di sinilah letak persoalan sesungguhnya: Pemerintah Bantaeng kurang responsif. Padahal, tugas negara adalah melindungi buruh, memastikan perusahaan menunaikan kewajibannya, dan merawat harmoni sosial. Ketika pemerintah abai, ruang publik dipenuhi suara-suara lain yang justru bisa memperkeruh keadaan.

Pelajaran dari Aksi Buruh

Aksi buruh Bantaeng menyisakan beberapa pelajaran berharga. Pertama, demonstrasi bisa damai tanpa kehilangan makna. Menutup separuh jalan adalah kompromi yang cerdas: aspirasi tersampaikan, tetapi masyarakat luas tetap mendapat ruang beraktivitas.

Kedua, demonstrasi bisa membangun kekeluargaan, bukan permusuhan. Buruh memilih menahan diri, meski sebenarnya mereka punya alasan kuat untuk lebih keras. Keputusan itu menunjukkan kedewasaan gerakan dan kesadaran bahwa perjuangan hak tidak boleh mengorbankan harmoni sosial.

Ketiga, masalah utama tetap ada pada perusahaan dan pemerintah. Buruh hanyalah korban yang menuntut hak. Aksi damai ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemangku kebijakan untuk tidak lagi berdiam diri.

“Suara rakyat akan lebih lantang ketika diucapkan dengan martabat, bukan dengan batu dan api.”

Arah Baru Gerakan Demonstrasi di Bantaeng

Dari peristiwa ini, kita bisa menggagas arah baru demonstrasi, khususnya di kota kecil seperti Bantaeng:

(1) Protes yang Humanis. Demonstrasi harus tetap memperjuangkan hak, tetapi dengan cara-cara yang menjaga martabat semua pihak. Menutup separuh jalan adalah contoh nyata.

(2) Ruang Dialog yang Nyata. Pemerintah Bantaeng perlu membuka kanal resmi untuk menampung aspirasi buruh, agar jalanan tidak terus-menerus menjadi pilihan utama.

(3) Solidaritas Warga. Masyarakat luas perlu menyadari bahwa buruh bukan lawan, melainkan bagian dari rakyat yang sedang memperjuangkan hak. Daripada dibenturkan, harusnya ada solidaritas untuk menekan perusahaan yang abai.

(4) Tanggung Jawab Pemerintah. Pemerintah daerah tidak boleh hanya menjadi penonton. Ia harus aktif menekan perusahaan agar segera menunaikan kewajiban, serta menjembatani kepentingan buruh dan masyarakat.

Jalanan yang Menghidupkan

Demonstrasi adalah hak rakyat, dijamin undang-undang, dan bagian penting dari demokrasi. Tetapi hak itu akan lebih bermakna bila dijalankan dengan cara yang tidak merusak, melainkan menghidupkan.

Apa yang terjadi di Bantaeng mungkin tampak kecil dibandingkan hiruk-pikuk demonstrasi di kota besar. Namun, justru di kota kecil inilah kita bisa menemukan praktik yang inspiratif: demonstrasi damai yang produktif. Buruh tetap menyuarakan tuntutan, masyarakat tetap bisa beraktivitas, dan harmoni sosial tetap terjaga.

Bantaeng telah menunjukkan secercah arah baru: dari jalan yang tertutup total ke kompromi yang membuka ruang gerak bersama. Dari potensi benturan ke semangat kekeluargaan.

Bantaeng, dengan kultur kekeluargaan yang masih kuat, bisa memberi teladan bagaimana protes buruh dan aspirasi warga disampaikan tanpa mengorbankan harmoni sosial. Justru di kota kecil seperti ini, ruang dialog lebih mudah dibangun dan lebih tulus.

Kita patut berharap, semangat ini bisa terus dijaga. Karena pada akhirnya, demonstrasi bukan hanya tentang buruh melawan perusahaan, tetapi tentang rakyat yang menjaga martabat bersama.

Amarah bisa membakar, tetapi hanya suara yang mencerahkan yang mampu mengubah.”


Comments

3 responses to “Bantaeng: Menemukan Arah Baru Demonstrasi Damai”

  1. Adam Kurniawan Avatar
    Adam Kurniawan

    terima kasih kak telah memberikan ulasan yang mencerahkan

  2. Junaid Judda Avatar
    Junaid Judda

    Terimakasih om.

  3. Adam Kurniawan Avatar
    Adam Kurniawan

    o iya potonya keren abis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *