Anak Tanpa Ayah, tetapi tidak Tanpa Luka

Ayah. Satu kata sederhana yang mempunyai banyak makna, beragam penafsiran.

Dalam pandangan Sigmund Freud, seorang tokoh psikoanalisis yang mengembangkan metode asosiasi bebas, merupakan salah satu metode psikoanalisis, bertujuan menggali alam bawah sadar, guna membuat seseorang mengatakan apa pun dalam benaknya yang berhubungan dengan kata tertentu. Sebagian orang akan menjelaskan cukup lancar, ketika mereka bersentuhan dengan kata Ayah. Namun, sebagian pula akan terbata, entah apa yang bisa mewakilkan kata tersebut.

Beberapa waktu lalu, saya sempat menulis esai di media ini, Paraminda.com, berjudul, “Fatherless“. Saya coba menjelaskan apa saja dampak, jika seorang anak mengalami fatherless, terutama bagi anak laki-laki. Kali ini, saya akan mencoba berbagi pandangan dari seorang anak perempuan dalam mengasosiasikan kata “Father” dalam kaitannya pada ‘Fatherless’.

Anak yang tidak merasakan kasih seorang Ayah, baik itu karena tiada secara fisik maupun psikis, disebut sebagai fatherless atau “tanpa ayah”.

Bagi saya, Ayah mengajarkan bagaimana bentuk tanggung jawab, menyelesaikan apa yang telah dimulai, bagaimana membangun kepercayaan diri, memilih pilihan hidup, dan bagaimana perasaan dicintai, serta banyak hal yang tak dapat disebutkan satu persatu.

Saya sadar bahwa menjadi Ayah ataupun orangtua, merupakan pilihan yang luar biasa. Ini merupakan pertama kalinya Ayah saya menjadi seorang Ayah, dan ini pertama kalinya Saya menjadi seorang anak perempuan.

Kami belajar, bagaimana menjadi seorang Ayah dan bagaimana menjadi seorang anak perempuan. Kami tidak langsung tahu, banyak hal yang dilalui hingga kami bisa menjalani peran masing-masing.

Bagi saya, menyusuri jalan bersama Abi -saya memanggil Ayah dengan Abi- merupakan hal terbaik. Hingga saat ini, tak jarang Abi mengantar saya ke tempat kerja. Hiruk piruk kota dilalui dengan cerita hidup masing-masing. Tak ada habisnya, bahkan terkadang cerita lama terulang kembali. Rasanya, berbagai jalan di kota telah kami telusuri, sejak saya belum mengenal kata, hingga hidup sekitar seperempat abad.

Pagi ini, Abi membawa kabar, jikalau anak sekolah saat ini mesti diantar oleh Ayahnya, terutama para ASN, pada hari pertama sekolah. Imbauan ini, khususnya berlaku di Kabupaten Bantaeng, atas instruksi bupati, via selembar surat bertuah kepada seluruh jajaran pemerintahan.

Ketika mendengar hal tersebut, perasaan saya menjadi campur aduk. Apa yang selama ini saya rasakan, yakni selalu diantar oleh Abi, ternyata tidak dirasakan oleh sebagian anak. Setelah menelaah lebih jauh, langkah ini merupakan langkah preventif, guna mengurangi fenomena fatherless di Indonesia, lewat Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI).

Sungguh, sebagai seorang dengan latar belakang pendidikan  psikologi, membuat saya bersemangat. Akhirnya, fenomena fatherless menjadi salah satu kasus yang diberi wadah. Meskipun sebenarnya, peran Ayah merupakan pilihan masing-masing di setiap rumah.

Langkah ini dapat membuat para Ayah lebih sadar, bahwa perannya bukan hanya sekadar mencari nafkah atau pemegang kendali dalam rumah tangga. Akan tetapi, juga berperan dalam bercerita ketika mengantar anak sekolah.

Terdengar sederhana, tetapi tidak semua Ayah dapat lakukan, tidak semua Ayah sadar bahwa hal sederhana ini, dapat membuat mereka mendalami peran sebagai Ayah.

Dalam ingatan sang Ayah, mencari pangan untuk kehidupan merupakan suatu kewajiban di atas segalanya, memastikan bahwa setiap perut di rumah tidak kosong. Namun, dalam ingatan anak, menghabiskan waktu dengan Ayah mereka akan mempunyai tempat tersendiri.

Kami para Anak kerap kali berbagi kisah mengenai Ayah masing-masing. Kenangan-kenangan dengan berbagai rasa itu, tersimpan dalam ingatan yang bahkan tak dapat diingat kembali satu persatu. Kenangan yang mungkin dapat menjadikan kami menjadi manusia seutuhnya.

Kerap kali saya mendengar kisah para Ayah di kehidupannya, ketika menjadi seorang Anak, dan merasa beruntung, karena tidak begitu cepat lahir di dunia. Yah, meskipun hidup di saat sekarang pun bukanlah hal yang ideal pula. Namun, makna ideal dapat diciptakan dari individu masing-masing. Tidak perlu menunggu orang lain dalam memakmurkan kehidupan diri sendiri.

Saya merasa lahir dalam gelombang generasi Z, merupakan hal yang patut disyukuri. Kesadaran akan makna kehidupan semakin menyebar luas. Kami hidup bukan hanya untuk sekadar hidup, tetapi lebih memakmanai kehidupan itu sendiri.

Salah satu contohnya adalah program pemerintah, Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), yang tidak pernah saya duga terjadi. Meskipun saat ini tanah air tidak baik-baik saja. Namun, mereka yang sedang berjuang dalam bidangnya masing-masing, mencoba untuk yang terbaik.

Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) merupakan suatu langkah awal yang dapat dilakukan oleh para Ayah. Ayah yang mungkin saja menganggap bahwa mengantar anak merupakan hal biasa, menjadi lebih sadar bahwa kelekatan dapat terbangun sedikit demi sedikit di antara Ayah-Anak. Kelekatan yang terjalin dengan tali emas dapat menghasilkan bibit manusia impian.

Jikalau, terdapat Ayah yang belum dapat membangun kelekatan, saya harap para Ayah tersebut tanpa sengaja membaca tulisan ini. Meski para Ayah tidak mendapatkan contoh dari Ayah sebelumnya, bukan berarti tidak dapat melihat contoh dari para Ayah yang berhasil.

Ayah yang berhasil membangun kelakatan tidak akan mendapatkan rugi. Justru sebaliknya, makna Ayah menjadi lebih berarti. Jika ternyata ada penyesalan di kehidupan lampau, bukan berarti para Ayah tidak dapat bangkit lagi.

Mungkin saja belum menemukan cara untuk membangun kelekatan, akan tetapi bukan berarti pula tidak akan menemukan caranya. Setiap manusia mempunyai kesempatan dalam menjadi lebih baik, hanya saja masih tertutup dengan kabut masa lalu. Namun, kabut tersebut akan menghilang, jika berhasil melewatinya.

Tulisan ini merupakan harapan seorang Anak untuk para Ayah di dunia, agar lebih banyak menghabiskan waktu bersama, selagi waktu masih senggang.

Kredit gambar: Kompasiana.com


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *