Keterlibatan militer dalam sejarah kebangsaan kita cukup panjang, sejak proklamasi kemerdekaan pada 17 agustus 1945. Bahkan saat Indonesia memilih sistem demokrasi tidak lantas militer absen mewarnai perpolitikan pasca kemerdekaan justru mengambil peran- peran politik strategis. Khususnya politik internasional untuk memengaruhi sikap negara-negara asing dan juga ikut serta dalam menyusun Indonesia menjadi Negara Kesatuan.
Masa Orde Lama, Orde Baru sampai Era Reformasi peran militer dalam membenahi, memperkuat struktur wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta kepemimpinan bangsa sangat terasa, terkhusus saat pemberontakan yang timbul dari dalam maupun luar.
Jenderal Sudirman (Panglima Besar) merupakan sosok jenderal inspiratif menjadi rule model, memadukan militer dan politik seperti yang pernah beliau ucapkan bahwa tentara adalah alat hidup, alat perjuangan dan alat revolusi bukan sekedar alat pemerintah.
Pernyataan Jenderal Sudirman secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa Kepemimpinan Patriotik Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kepemimpinan bangsa yang merupakan hasil perpaduan antara supremasi sipil dan militer dan keduanya harmoni sebagai perekat kokohnya Indonesia sebagai Negara Kesatuan.
Militer dan kepemimpinan militeristik adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan di tengah kondisi bangsa dan negara terkatung- katung berhadapan dengan berbagai macam kompleksitas masalah yang diderita.
Akibat gempuran bertubi-tubi, baik persoalan yang bersumber dari dalam maupun luar atau dalam hal ini yang berasal dari lingkungan domestik maupun internasional seperti halnya yang kita rasakan belakangan ini.
Perang tarif yang diorkestrasikan Donald Trump diberlakukan terhadap beberapa negara termasuk Indonesia dan Cina. Kemudian Cina menyerang balik dengan menaikkan tarif barang- barang impor dari Amerika yang masuk ke Cina.
Di sisi lain jatuh temponya pelunasan bunga utang sebesar 800 triliun, yang harus dibayar pemerintah, rontoknya nilai rupiah terdapat dollar akibat perang dagang, di tengah badai PHK (pemutusan hubungan kerja) yang belum melandai (menurun) menambah dalamnya kompleksitas masalah yang dihadapi akhir-akhir ini dan ke depannya.
Kepemimpinan militeristik bukanlah sesuatu yang najis di era sistem demokrasi, karena sejarah perjalan bangsa tak dapat memungkiri begitu besarnya kontribusi militer, baik pra dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
Polemik terhadap pengesahan Undang- Undang TNI tidak boleh dipandang secara sepihak dan terlalu cepat melakukan penilaian, bahwa pengesahan Undang-Undang tersebut akan merusak sistem demokrasi yang telah berlangsung selama ini.
Zaman Reformasi adalah era di mana kejayaan supremasi sipil mendominasi kekuasaan negara. Kuasa sipillah yang memegang serta mengendalikan penuh atas perangkat kekuasaan pemerintahan, tetapi perangkat tersebut tak mampu diarahkan ke arah esensi demokrasi.
Hal mana rakyatklah yang seharusnya menjadi sejahtera, rakyatlah seharusnya menjadi makmur (kaya raya), karena esensi demokrasi menegaskan, bahwa rakyatlah pemegang saham, rakyatlah pemilik kedaulatan atas negeri ini.
Perjalanan reformasi sejauh ini hanya mengukir catatan kelam yakni di bawah tampuk kepemimpinan sipil, bangsa Indonesia mengalami keterpecahan (disintegrasi) yakni lepasnya Timor Timur dari pangkuan ibu pertiwi. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan yang berganti status kepemilikannya menjadi milik Negara Malaysia.
Kemudian satelit Palapa simbol kedaulatan antarikksa Republik Indonesia berganti kepemilikan yang sebelumnya milik Indonesia menjadi kepemilikan Negara Singapura. Boudaya hidup glamor, korup para elitnya, menjadi tren dalam kuasa kepemimpinan sipil. Supremasi sipil juga mengakibatkan lemahnya kepemimpinan nasional, serta daerah dalam arti kata, kepemimpinan doyan mengutang, suka mengimpor dan miskin inisiatif, untuk menyelesaikan suatu permasalahan bangsa tanpa dengan utang tanpa dengan impor.
Kepemimpinan Prabowo Subianto merupakan era kepemimpinan yang memadukan supremasi sipil dan militer, patut untuk kemudian publik seyogyanya memberi kesempatan, agar Prabowo Subianto mampu memaksimalkan roh kepemimpinan nasionalistik dalam kabinet merah putih, menuju generasi emas dengan konsep MBG-nya serta menuju negara berdaulat dengan konsep ketahanan energi, serta ketahanan pangannya. Di samping itu kekuatan sipil juga tidak boleh lengah, agar senantiasa membangun kesadaran untuk senantiasa mengontrol jalan roda pemerintahan yang memadukan supremasi sipil dan militer yang di orkestrasikan Prabowo Subianto.
Kontrol sipil merupakan asosiasi kewargaaan harus segera terkonsolidasi dengan baik, peran- peran para pegiat demokrasi harus mengambil langkah substantif, yakni melakukan konsolidasi penguatan dan kesadaran kritis dalam diri rakyat, sehingga masyarakat Indonesia mengalami kesadaran total, bahwa merekalah yang sebenarnya pemilik sah atas republik ini, sehingga tidak berujung pada gerakan yang bersifat sporadis.
Sumber gambar: Medcom

etua DPW Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Sulawesi Selatan
Leave a Reply