Manusia adalah makhluk yang istimewa. Ia mampu bertahan dengan memegang prinsip, meski diterpa berbagai masalah dalam hidup. Ia mampu bertahan walau terus dalam tegangan. Ia menaruh harapan walau terus dilanda krisis. Bahkan, ada yang rela mempertaruhkan segalanya, termasuk nyawa, demi cinta dan keyakinan mereka.
Mengapa manusia begitu istimewa? Karena manusia memiliki integritas. Sebuah integritas seringkali lahir dari proses mendalam dalam menghadapi berbagai pengalaman dan peristiwa kehidupan. Setiap peristiwa yang kita lalui dan maknai, terutama yang membawa kita pada kenyataan yang sulit, perlahan menumbuhkan integritas itu dalam diri kita. Dengan kata lain, peristiwa demi peristiwa yang dilalui dengan penghayatan mendalam, disitulah proses tumbuhnya integritas secara perlahan.
Saya pribadi sering merasa bimbang saat berada dalam dilema. Mungkin Anda juga pernah merasakannya. Pikiran kita cenderung ingin segera mencari jalan keluar. Padahal, integritas justru terbentuk ketika kita benar-benar merenungkan dan memahami situasi dengan lebih mendalam, bahkan saat batin kita sedang bertentangan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Yuval Noah Harari, “Ketika Anda dihadapkan pada dilema, dengarkan hati Nurani Anda, dan ikuti suara hati tersebut.”
Jadi apa sebenarnya integritas itu? Singkatnya, integritas adalah keyakinan yang teguh dalam mempertahankan prinsip, meskipun tantangan yang dihadapi sangat berat. Perlu diketahui bahwa integritas dan sikap keras kepala berbeda. Integritas adalah paradoks yang berakar pada kehidupan bijaksana. Di satu sisi keteguhan prinsip tidak tergoyahkan. Namun, di sisi lain dalam konteks penerapan, fleksibilitas tetap dijunjung. Dengan kata lain, orang yang berintegritas meskipun menjunjung keteguhan, tetap memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan diri dengan berbagai sisi kehidupan tanpa kehilangan jati dirinya.
Integritas juga berbeda dari pemikiran fundamentalis. Sikap fundamentalis seringkali muncul dari pemahaman yang dangkal dan bisa mengikis hati nurani. Mereka tidak fleksibel dan tidak memperhatikan konteks saat menerapkan prinsip-prinsipnya. Di sisi lain, orang yang memiliki integritas, tetap berpegang pada prinsip, tetapi juga memberi ruang untuk kebebasan dan pemahaman yang lebih luas.
Orang yang berintegritas adalah mereka yang mandiri dan otentik. Mandiri berarti mereka bisa menentukan sendiri mana yang baik dan buruk berdasarkan situasi. Sementara itu, otentik berarti mereka benar-benar mengenali diri mereka sendiri dan hidup sesuai denga napa yang mereka rasakan di dalam hati. Orang dengan integritas memiliki kemampuan untuk memilih apa yang benar dan baik, serta konsisten dalam menjalani hidup yang sesuai dengan panggilan hatinya.
Bagaimana filsafat memandang integritas? Integritas adalah hubungan yang erat antara apa yang kita yakini dan bagaimana kita bertindak. Dalam filsafat Barat, integritas sering dilihat sebagai tanggung jawab moral. Kant, misalnya, mengajarkan bahwa kita harus bertindak berdasarkan prinsip-prinsip yang benar, apa pun resikonya. Aristoteles menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pikiran dan kebajikan, di mana integritas berarti membuat keputusan yang baik dengan penuh kesadaran.
Di Timur, Konfusius menganggap integritas sebagai dasar untuk menciptakan hubungan yang harmonis di masyarakat. Sementara itu, Laozi, dari ajaran Taoisme, mengajarkan bahwa integritas adalah hidup dengan cara yang alami dan otentik, tanpa mengikuti aturan yang terlalu kaku. Jadi, baik di Barat maupun Timur, integritas adalah kunci untuk menjadi manusia yang sejati, menghubungkan keyakinan dalam diri kita dengan cara kita berinteraksi dengan dunia di sekitar.
Dengan kata lain, integritas adalah salah satu hal penting dalam kehidupan moral seseorang. Ini bukan hanya tentang jujur atau patuh pada aturan, tetapi lebih dari itu, integritas adalah keselarasan antara nilai-nilai, keyakinan, dan tindakan seseorang. Orang yang berintegritas hidup sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka yakini, tanpa terpengaruh oleh tekanan dari luar atau godaan untuk mengubah komitmen mereka terhadap kebenaran dan keadilan.
Pada tingkat yang lebih dalam, integritas berarti konsistensi pribadi. Artinya, tindakan seseorang harus sesuai dengan apa yang mereka katakan dan pikirkan. Dalam pandangan filsafat, ini sering dianggap sebagai tanda tanggung jawab moral, di mana seseorang mengambil tanggung jawab penuh atas keputusan dan tindakannya, tanpa menyalahkan orang lain atau keadaan. Orang yang berintegritas tidak mudah terpengaruh oleh opini publik atau dorongan untuk mencari keuntungan pribadi. Mereka memiliki kekuatan untuk tetap setia pada keyakinan mereka, meski menghadapi rintangan atau konsekuensi yang berat.
Filosofi integritas juga menekankan pentingnya kejujuran. Ini tidak hanya berarti berbicara secara jujur kepada orang lain, tetapi juga bersikap jujur kepada diri sendiri. Kejujuran semacam ini membutuhkan refleksi mendalam tentang apa yang benar dan salah, serta keberanian untuk mengakui ketika seseorang mungkin telah melanggar prinsip-prinsip yang mereka anut.
Lebih jauh, integritas adalah cerminan dari tanggung jawab moral. Seseorang yang berintegritas bertanggung jawab atas tindakan yang diambil, menerima segala akibatnya tanpa mencari alasan atau menyalahkan orang lain. Mereka memiliki komitmen yang kuat terhadap kebenaran dan prinsip, tidak peduli betapa sulitnya situasi yang mereka hadapi.
Dalam kehidupan sehari-hari, integritas menjadi cermin dari siapa kita sebenarnya. Ini bukan hanya bagaimana kita memandang diri secara sepintas, bagaimana kita terlihat di mata orang lain, tetapi bagaimana kita memandang diri di dalam batin kita sendiri. Ini adalah kualitas yang membuat seseorang dapat dipercaya dan dihormati, karena tindakan mereka mencerminkan kedalaman karakter dan ketulusan niat. Filsafat mengajarkan bahwa integritas adalah fondasi dari kehidupan moral yang baik. Tanpa demikian, semua nilai dan prinsip lainnya akan kehilangan maknanya.
Kredit gambar: Pixabay

Lahir di Enrekang, 5 Juli 1991. Mukim di Jl. Karunrung Raya 1 Makassar. Punya hobi traveling dan menonton.
Sederet pengalaman organisasi: IPM, JIMM, ICMI, Rumah Kajian Filsafat, dan Komunitas Literasi Perempuan.
Aktivitas mutakhir selaku pegiat literasi dan filsafat. Berprofesi sebagai penulis dan dosen.
Leave a Reply