Pohon Kersen dan Mamak

Suatu hari mamak mengutarakan keinginannya, pengen punya pohon kersen depan rumah.

Supaya udara lebih sejuk sekaligus untuk meminimalkan polusi udara katanya. Walaupun sebenarnya kami sudah menanam warung hidup dan bunga untuk memperindah halaman.

Rumah kami berada di pinggir jalan utama, pas depan lampu merah. Tentunya suara bising kendaraan yang lalu lalang tak bisa kami hindari. Namun, ada hukum alam yang berlaku, ala bisa karena biasa. Karena telah berlangsung selama belasan, bahkan puluhan tahun, pada akhirnya kami pun terbiasa dengan segala ketidaknyamanan akibat kebisingan tersebut.

Beberapa hari setelah mamak menyatakan keinginannya itu, tiba-tiba kami dikejutkan oleh pemandangan yang sebelumnya tidak ada. Saat mata kami tertuju ke pojok tembok yang memagari pekarangan rumah. Tak disangka-sangka di sana telah tumbuh dua buah pohon kersen kecil dengan jarak yang sangat cantik. Tingginya kira kira 50 cm.

Aku lalu bertanya kepada seluruh penghuni rumah, mencari tahu siapa gerangan yang telah menanam pohon tersebut. Ternyata tidak ada satu pun yang mengaku telah menanamnya.

Kami pun berkesimpulan bahwa bibit pohon kersen tampaknya dijatuhkan oleh burung yang mungkin saja telah mendengar bisikan kecil suara mamak. Begitulah semesta bekerja, ia merespon hal-hal baik yang disuarakan dengan penuh ketulusan. Tuhan merestui keinginan baik mamak.

Setelah berlalu hari demi hari, bulan dan tahun, si pohon kersen pun tumbuh tinggi dengan rindangnya. Setiap sore kami sering berkumpul bersama keluarga besar sambil menikmati hidangan teh.

Terkadang sambil menunggu gerobak bakso langganan keluarga, seakan-akan kami berada di hutan kota. Ditambah lagi hembusan angin sepoi-sepoi yang setia menyapa kami.

Bahkan, bukan hanya keluarga, teman-teman dan kerabat pun senang mampir sekadar bercengkrama di bawah pohon ini. Ia punya kekuatan magis yang mampu menarik orang-orang untuk berkumpul bersama di bawah naungan kerindangannya.

Sebagaimana pohon yang berdaun lebat, daun-daun pohon kersen sangat banyak yang gugur. Kami jadikanlah menyapu sebagai sarana olahraga yang setiap hari rutin kami lakukan.

Mengerjakan hal yang sama berulang-ulang jika tidak didasari dengan penghikmatan, tentunya bakal melelahkan dan membosankan. Tetapi mengingat suasana nyaman yang bakal ditimbulkannya, maka rasa lelah pun terbayarkan. Bonusnya, tentu saja buah kersen yang merah merona.

Di sela-sela pekerjaan menyapu daun yang berjatuhan, kami pun mencicipi buah-buah yang sudah ranum. Sejenak ingatan kembali berkelana ke masa kecil.

Hingga pada suatu hari di akhir bulan Januari 2024,  sore itu angin kencang dan hujan deras mengguyur atap rumah. Kami hanya mampu merapal doa semoga senantiasa dalam lindungan Yang Mahakuasa.

Setelah kami melaksanakan salat magrib, tiba tiba terdengar bunyi dentuman yang sangat keras, ternyata pohon kersen tumbang menimpa garasi. Alhamdulillah tidak ada korban materi.

Akhirnya hujan berhasil reda pada pukul 11 malam. Kami meminta tolong daeng bentor (becak motor) yang sering parkir depan rumah, untuk memotong batang dan dahan-dahan kersen.

Keesokan paginya, terasa ada yang lain. Rumah kami jadi tidak teduh lagi. Udara panas dari teriknya matahari mulai menyerang. Kesejukan yang selama ini kami rasakan telah lenyap bersama kepulangan mamak untuk selamanya.

Pohon kersen seakan-akan turut bersedih setelah kepergian Mamak kami 5 bulan lalu, 1 Agustus 2023, ke alam keabadian. Roh pohon kersen seakan-akan turut pergi bersama  jiwa mamak kami.

Selamat jalan mamak, semoga engkau tenang di alam penantian. Kami yang selalu merindukanmu dan mendekapmu dalam doa.Teriring Al Fatihah ma shalawat

Kredit gambar: Kompasiana.com


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *