Tatkala Inovasi dari Daerah Menjadi Bidikan Nasional

Hari itu, udara terasa lebih segar dari biasanya. Langit bersih, seolah ikut merayakan sebuah kabar gembira yang menembus batas-batas kantor, ruang-ruang rapat, hingga layar-layar ponsel yang bergetar nyaris bersamaan.

Pukul lima sore menjelang senja, Senin, 23 Juni 2025, tautan pengumuman hasil seleksi administrasi Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik KemenPAN-RB 2025 resmi dibagikan. Dan dalam sekejap, dunia para inovator berubah. Tangis haru terdengar di berbagai sudut Nusantara, denyut semangat di berbagai sudut Sulawesi Selatan berdetak lebih cepat dari biasanya.

Degup jantung para inovator seketika berubah jadi hentakan yang serempak. Masing-masing buru-buru mengeklik tautan yang dibagikan. File PDF dengan puluhan halaman itu, di-scroll perlahan, dibaca penuh harap. Dan… “Itu nama kita! Masuk! Kita lolos!”

Berita itu menyebar cepat. Grup-grup WhatsApp yang sebelumnya hanya dipenuhi diskusi teknis, kini berubah menjadi lautan ucapan selamat, emoji tangan bersatu, dan potret-potret perayaan kecil yang begitu hangat. Ada yang memotret kue sederhana bertuliskan “Lolos!”, ada pula yang merekam momen sujud syukur di kantor desa. Seorang kepala dinas bahkan menitikkan air mata saat menyampaikan kabar ini di forum internal: “Ini bukan kemenangan saya. Ini kemenangan kita semua. Kita sudah membuktikan, daerah kecil bisa bersuara.”

Di Kabupaten Sinjai, suasana kantor Dinas Pendidikan mendadak riuh. Seorang staf berteriak dari balik meja: “Ayo Sekolah-Tasikolasi lolos! Nama kita ada di daftar!”
Beberapa guru dan kepala sekolah yang ikut menyusun program ikut bersorak. Kepala Dinas menyeka matanya perlahan. “Ini untuk anak-anak kita. Yang putus sekolah, yang pernah dianggap tak penting. Hari ini mereka diwakili di panggung nasional.”

Lebih mengejutkan lagi dari sebuah Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Pinrang yang mewakil Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan berhasil meloloskan 2 inovasinya. “Ini capaian yang tidak terduga, kami tak menyangka bisa sekuat itu menyelesaikan semua administrasi, dan Alhamdulillah bisa lolos di tingkat nasional”, tutur seorang guru muda.

Di Kabupaten Jeneponto, ruangan rapat RSUD Lanto Daeng Pasewang berubah menjadi lautan air mata haru. Inovasi CESS Gammara-sebuah terobosan penanganan stunting dan wasting dengan pendekatan edukasi dan kolaborasi-dinyatakan lolos. Seorang petugas gizi senior memeluk rekan mudanya: “Setiap tetes air susu yang kita perjuangkan, setiap anak-anak yang kita layani, akhirnya ada artinya di mata Indonesia.” Direktur rumah sakit menambahkan dengan bangga, “Kami tak mengejar penghargaan. Tapi hari ini, perjuangan tim kami dipandang. Itu lebih dari cukup.”

Di Puskesmas Binamu Kota, Jeneponto, suasana juga tak kalah emosional. Inovasi Kelas SMILE—program yang fokus meningkatkan literasi kesehatan remaja dari pencegahan anemia melalui partisipasi aktif siswa-masuk daftar inovasi terpilih. Seorang petugas Puskesmas yang selama ini rutin mengunjungi sekolah, hanya bisa terdiam. “Saya tak pernah berpikir akan sampai ke tingkat nasional. Saya hanya ingin remaja putri kita tahu cara melindungi dirinya dari anemia.”

Sementara di RSUD Bantaeng, tim farmasi dan pelayanan langsung menggelar sujud syukur di lorong Instalasi Farmasi. Inovasi Pelayanan Obat, yang sebelumnya hanya dianggap “perbaikan teknis”, kini menjadi magnet pembelajaran nasional. Seorang pasien lansia yang hadir kebetulan ikut mendengar kabar itu berkata lirih, “Terima kasih, saya jadi penyaksi dan telah menikmati perubahan ini.”

Tak hanya dari sektor kesehatan dan pendidikan, dari bidang perikanan pun ada kabar menggembirakan. Inovasi Penanganan Bom Ikan “Pacarita” dari Cabang Dinas Kelautan Pangkep Dinas Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan resmi lolos seleksi administrasi. Inovasi ini mengintegrasikan pengawasan partisipatif nelayan dan rehabilitasi terumbu karang. Di sebuah pos jaga UPT Perikanan di Pangkep, seorang pemuda desa menatap layar ponsel temannya. “Bapak Aron sudah bilang, jangan terus bom ikan. Sekarang semua mata memandang perjuangan kita membebaskan laut dari pengrusakan.”

Dan dari Desa Bonto Jai, Bantaeng, berita baik itu disambut dalam hening yang sakral. Inovasi Geliat Literasi dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak, yang selama ini tumbuh dari kegiatan membaca di perpustakaan desa dan pelatihan keterampilan bagi perempuan, akhirnya terdengar di Pusat. Seorang ibu muda yang fokus mengurus rumah tangga, kini aktif mengajar anak-anak membaca, berbisik sambil menitikkan air mata: “Saya dulu tak berani bicara. Tapi sekarang, suara perempuan dari desa ini didengar.”

Saat Jerih Payah Menemukan Panggungnya

Ketujuh inovasi ini mewakili lebih dari sekadar program. Mereka adalah simbol dari tekad dan kreativitas daerah. Dari lorong rumah sakit, dari balai desa, dari kelas-kelas kecil yang penuh semangat, dari laut yang berombak harapan-semuanya bersatu dalam satu gema: “Kami bisa. Kami ada.”

Yang lebih mengharukan, adalah para inovator dari daerah yang selama ini merasa tak terlihat. Mereka yang inovasinya dianggap “biasa saja” oleh orang luar, kini masuk daftar resmi yang diunduh ribuan pasang mata. “Akhirnya, kita terlihat,” kata seorang inovator muda dari tim kecil penggerak program pencegahan stunting. “Bukan karena kita mencari panggung, tapi karena kita ingin perubahan kita berdampak lebih luas.”

Para pimpinan institusi yang selama ini mendampingi Tim Inovasinya turut mengapresiasi,  “Hari ini, kita buktikan bahwa yang kecil bukan berarti tak berarti. Kerja kalian bukan sekadar laporan. Kini jadi inspirasi nasional.”

Hari itu menjadi titik balik. Bagi banyak daerah, kompetisi ini bukan sekadar ajang. Ia adalah cermin bahwa kerja-kerja inovasi tak sia-sia. Bahwa meski jalan yang ditempuh berliku, ada harapan di ujungnya. Pengumuman hasil seleksi administrasi itu tak hanya mencantumkan nama-nama inovasi, ia mencatatkan sejarah baru bagi para pelaku perubahan di daerah.

Dan malamnya, saat sebagian orang telah terlelap, para inovator itu masih berjaga. Bukan karena beban, tapi karena semangat. Karena mereka tahu, kini langkah mereka diperhitungkan. Mereka bukan lagi sekadar pegawai daerah. Mereka adalah agen transformasi. Dan mereka siap melanjutkan perjuangan-dengan hati yang lebih kuat, dan mimpi yang lebih tinggi.

Di balik euforia itu, para inovator tahu bahwa perjuangan belum selesai. Seleksi proposal akan datang dengan tantangan lebih besar. Namun, satu hal pasti: kepercayaan diri mereka kini bertumbuh. Tak lagi merasa kecil, tak lagi merasa tak mampu. Kini mereka percaya bahwa inovasi bukan milik kota besar saja. Ia juga bisa lahir dari niat tulus para pelayan publik di kampung-kampung.

Sebagaimana yang diungkap oleh seorang staf dari Biro Organisasi Setda Pemprov Sulawesi Selatan: “Hari ini, bukan hanya inovasinya yang lolos. Tapi juga mentalitas baru: bahwa pelayanan yang tulus, bisa menjadi inspirasi nasional.”

Seorang lelaki dari Bumi Turatea yang ikut membina inovator sejak awal pun mengaku terharu: “Yang lolos bukan hanya program. Tapi juga mentalitas baru. Mental bahwa ASN bukan hanya pengelola, tapi pencipta solusi.”

Malam itu, di banyak tempat di Sulawesi Selatan, layar-layar laptop kembali menyala. Rangkain ucapan selamat mulai dikirimkan, status kegembiraan dibagikan. Tapi kali ini, semuanya dilakukan dengan rasa percaya diri yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Karena ketika daerahmu disebut di antara yang terbaik di Indonesia, bukan hanya semangatmu yang menyala-tapi juga harapan bagi ratusan orang lain yang ikut membangun jalan sunyi menuju perubahan.

Catatan Pendukung:
Pengumuman Seleksi Administrasi KIPP 2025 (https://sinovik.menpan.go.id/)
Jumlah Proposal yang diajukan ke Tim Sekretariat KIPP2025 KemenpanRB sebanyak 2.378 buah. Terdiri dari kelompok umum 2.298 buah (1.192 lolos), kelompok replikasi sebanyak 80 buah (56 lolos). 

24 Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Selatan mengirimkan proposal sebanyak 79 buah dan dinyatakan lolos sebanyak 76 proposal, dan tidak lolos sebanyak 3 proposal. OPD Pemprov Sulawesi Selatan mengirimkan 14 buah, dinyatakan lolos administrasi 13 buah, dan tidak lolos 1 proposal.

Kabupaten/Kota yang berhasil mengirimkan proposal: Bantaeng (6), Jeneponto (4), Sinjai (5), Maros (1), Bone (3), Pangkep (7), Sidrap (8), Luwu Timur (1), Luwu Utara (3), Gowa (1), Soppeng (12), Pinrang (8), Toraja Utara (5), Wajo (3), Barru (7), dan Makassar (12). Sementara Kab/Kota yang tidak mengirim proposal: Bulukumba, Enrekang, Palopo, Selayar, Luwu, Takalar, Toraja, dan Pare-Pare.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *